Polisi Dipecat karena Penyuka Sejenis Merasa Hak Asasinya Dilanggar
- VIVA.co.id/Arus Pelangi
VIVA – Kasus pemecatan tidak hormat seorang polisi berpangkat brigadir berinisial TT oleh Polda Jawa Tengah karena berhubungan seksual sesama jenis masih berproses di pengadilan. Pengacara TT dari LBH Masyarakat, Maruf Bajammal, menganggap pemecatan itu melanggar hak asasi manusia.
"Jadi hubungan seksual itu kan hak asasi seseorang, tidak benar seseorang dipecat [dari pekerjaan] hanya karena orientasi seksualnya," kata Maruf di Semarang, Jumat, 17 Mei 2019.
Ia menilai pelanggaran HAM yang dimaksud berkaitan prinsip diskriminasi terhadap seorang. Dalam perspetif HAM, menurutnya, persoalan TT bukanlah perbuatan seks menyimpang melainkan persoalan orientasi seksual minoritas.
"Artinya dari perspektif instansi TT yang kemudian melakukan pemecatan (Polda Jateng), belum mempunyai wawasan yang baik terkait orang yang memiliki orientasi seksual minoritas. Karena perbuatan yang dilakukan oleh TT masih dianggap perbuatan seks menyimpang," ujarnya.
Sejak awal, Maruf membeberkan, TT tak pernah menyangkal bahwa dia memang berhubungan sesama jenis itu dengan seseorang. Namun hubungan itu atas dasar suka sama suka, bukan karena paksaan.
Maruf menuding pemecatan TT dari Kepolisian telah menabrak undang-undang. Sebagai warga negara, TT tetap punya hak hak atas pekerjaan, mempertahankan keluarganya, perlindungan diri pribadi, kehormatan, harkat, martabat dan harta benda. Juga berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
"Bahkan tidak ada satu pun ketentuan perundang-undangan yang melarang seseorang melakukan hubungan seksual sesama jenis sepanjang tidak ada kekerasan. Maka dari itu, tidak boleh dijadikan dasar memecat seseorang, " jelasnya.
Pemberhentian dengan tidak hormat TT oleh Polda Jateng sebenarnya terjadi pada 27 Desember 2018. Sebelumnya ia menjalani pemeriksaan kode etik Polri dan diputus bersalah atas dugaan seks menyimpang atau homoseksual. Meski sempat banding, upayanya tetap gagal, hingga dia menggugat Polri ke Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang pada 26 Maret 2019 dan proses hukumnya masih berlangsung sampai sekarang.