Jika Terbukti Dicurangi Kedua Paslon Berhak Menolak Real Count
- timesindonesia
Pengamat Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai sah-sah saja bagi kedua paslon untuk tidak menandatangani hasil penghitungan suara dalam sistem hitung manual atau Real Count KPU RI. Jika sudah terbukti kecurangan dilakukan secara masif dan disertai data akurat atas kecurangan tersebut.
Menurut Hendri, menandatangani hasil penghitungan suara di KPU RI merupakan tindakan menerima secara sukarela atas menang kalah bagi kedua paslon. Tapi jika tidak puas dengan hasil perhitungan suara tersebut, maka sah-sah saja menolak untuk menandatangani.
Untuk itu, perlu langkah preventif bagi KPU RI untuk mencegah tindakan chaos di waktu-waktu tersebut. Agar tidak terjadi perpecahan maka KPU RI diimbau untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
"Kalau semua clear dan jelas kan tidak ada alasan untuk tidak menandatangani hasil pilpres tersebut kan. Namun, jika ada yang merasa dicurangi sah-sah saja menolak dan meminta pemilu diulang," kata Hendri saat dihubungi TIMES Indonesia di Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Namun, dia menyarankan kepada kedua paslon untuk bertindak tidak gegabah dan egois dalam menyikapi hasil perhitungan tersebut. Jika memang cukup bukti terkait kecurangan, maka segera memproses melalui jalur hukum yang sudah diatur oleh undang-undang sehingga Bawaslu RI nanti akan merekomendasikan langkah selanjutnya kepada KPU RI agar pemungutan suara ulang tersebut dilakukan.
"Jadi kalau memang direkomendasikan oleh Bawaslu dan diatur oleh undang-undang maka silahkan saja terus dilaksanakan itulah intinya. Dan yang lain-lain itu bisa dipertimbangkan," tegas Hendri Satrio, Pengamat Politik Universitas Paramadina. (*)