Polri: Jejak Digital Sulit Dihapus, Hati-hati Berucap di Internet
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA - Maraknya hoaks di media sosial menjadi perhatian berbagai kalangan. Perlu upaya serius untuk mengantisipasi berita bohong tersebut.
Kepala Urusan Administrasi Bidang Diseminasi Informasi Digital Biro Multimedia Divisi Humas Polri, AKP Ganawati Candra Dini, mengatakan penggunaan internet hari ini telah mempengaruhi nilai budaya, sedangkan hoaks sendiri diartikan menyesatkan pemahaman seseorang.
Ia menambahkan hoaks bahkan menjadi lahan bisnis. Bisa meraup keuntungan 600 hingga 700 juta dari berita hoaks itu.
"Pengunaan internet mempengaruhi nilai budaya. Hoaks dikenal abad ke 18, bertujuan menyesatkan pemahaman seseorang. Hoaks disebut bisa jadi bisnis bisa bahkan meraup Rp600 – 700 juta.
Ganawati menjelaskan berita hoaks diciptakan orang pintar tapi jahat, disebarkan orang baik tapi bodoh. Lalu sedikitnya, ada empat aspek penyebaran hoaks.
"Ada empat apsek penyebaran hoaks, ada aspek ekonomi, ideologi, provokasi, dan lelucon," kata Ganawati di acara Millennials Tangkis Hoax Bersama Pertamina di Kampus Politeknik Negeri Jakarta, Kampus UI Depok, Kamis 25 April 2019.
Ganawati menyarankan ketika mendapatkan informasi, hendaknya perluasan melakukan cek ulang. 'Cermati dahulu waktu, cek sumber, cari perbandingan berita, cepat dalam mengecek ulang berita tersebut," ujarrnya.
Ganawati menuturkan tantangan Polri saat ini adalah berita palsu dan ujaran kebencian. Diingatkan, media sosial bukan ruang privat, tapi ruang publik.
"Tantangan Polri, berita palsu dan ujaran kebencian, karena itu upayanya dengan sosialisasi. Upaya menangkal di masyarakat maupun milenial, yaitu dengan melaporkan. Media sosial bukan ruang privat, tapi ruang publik. Jejak digital sulit dihapus, hati-hati berucap di internet, ada KUHP dan UU ITE," katanya.