KI Pusat: Masyarakat Berhak Minta Informasi dari KPU soal Pemilu
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Komisi Informasi Pusat atau KIP mengingatkan penyelenggara pemilu agar menyampaikan hasil pemilu dengan akurat, benar dan tidak menyesatkan. Hal ini menjadi perhatian khususnya bagi KPU, Bawaslu dan DKPP terkait hasil pileg dan pilpres.
“KPU juga harus segera mengoreksi dan mengklarifikasi jika ada informasi yang tidak benar. Koreksi dan klarifikasi itu penting agar tidak menimbulkan keresahan,” kata Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat Gede Narayana dalam siaran persnya, Selasa 23 April 2019.
Gede mengapresiasi pelaksanaan Pemilu 2019 yang memilih presiden, wakil presiden, anggota DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi, kabupaten/kota yang berlangsung aman dan lancar.
Terlebih lagi disebutkan, tingginya tingkat partisipasi masyarakat yang mencapai 80 persen.
Menurutnya, prestasi besar bangsa tersebut menjadi kebanggaan semua pihak dan harus dijaga. Apalagi Pemilu 2019 bisa jadi pemilu terbesar sepanjang sejarah pemilu di dunia karena melibatkan lebih dari 192 juta pemilih dan dilaksanakan secara serentak.
Gede melanjutkan, UU KIP yang melahirkan lembaga Komisi Informasi di tanah air memiliki spirit dan roh tentang keterbukaan (transparansi) dan akuntabilitas pada badan publik. UU ini juga memberi jaminan kepada publik untuk mendapatkan informasi dari badan publik secara benar, akurat dan tidak menyesatkan.
Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi terkait hasil pilpres dan pileg, Gede juga meminta kepada semua pihak agar menjadikan penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai badan publik yang berwenang dan dipercaya mengumumkan informasi terkait hasil pemilu tersebut.
“DKPP bertindak sebagai dewan yang menyelesaikan pelanggaran etik di KPU dan Bawaslu serta Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal dan penjaga konstitusi negara. Semua itu bertujuan agar pemilu berjalan jurdil dan kredibel," ujar Gede.
Sedangkan untuk memastikan validitas informasi hasil pelaksanaan pilpres dan pileg, Gede menyarankan kepada masyarakat dan pengguna informasi agar aktif mengakses dan meminta informasi terkait pemilu kepada penyelenggara pemilu yakni KPU termasuk mendapatkan klarifikasi terkait informasi pemilu.
Namun jika penyelenggara pemilu tidak memberikan informasi, sebut Gede, publik dapat mengajukan permohonan informasi tentang hasil pemilu kepada KPU.
Jika tidak dilayani maka bisa mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi. Sesuai Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 tahun 2019, Badan Publik penyelenggara pemilu diberi waktu tiga hari kerja untuk menyediakan informasi yang diminta masyarakat.
Oleh karena itu penyelenggara pemilu selaku badan publik wajib menyediakan informasi serta merta, informasi berkala, dan informasi tersedia setiap saat.
Informasi serta merta merupakan informasi yang wajib disediakan penyelenggara pemilu dengan cepat agar tidak menimbulkan kerugian publik, seperti informasi tentang Pemilihan Suara Ulang (PSU), sehingga publik mengetahui jadwal pelaksanaan PSU dimaksud agar hak pilih pemilih tidak hilang.
Dijelaskan Gede, informasi tentang form C1 merupakan informasi terbuka bersifat berkala yang harus diumumkan ke publik, sehingga informasinya dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
“Di PKPU Nomor 3 tahun 2019 pasal 61 KPPS mengumumkan salinan formulir Model C-KPU, Model C1-PPWP, Model C1-DPR, Model C1-DPD, Model C1-DPRD Provinsi, dan Model C1-DPRD Kab/Kota di lingkungan TPS yang mudah diakses oleh publik selama tujuh hari,” katanya.
Dia juga menyarankan, agar semua pihak memberi kesempatan ke penyelenggara pemilu yakni KPU untuk menyelesaikan pekerjaan nya secara berjenjang dari tingkat terbawah hingga tingkat nasional secara profesional, transparan dan akuntabel.