Tuak Jadi Sumber Potensi Alam bagi Masyarakat Pulau Sabu Raijua
- timesindonesia
Pengolahan cairan nira atau tuak dari batang pohon lontar adalah potensi sumber pemasukan ekonomi masyarakat Pulau Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), sejak turun temurun.
Jonatan Lede Manu, warga Desa Mesara Sabu Raijua, saat berbincang dengan TIMES Indonesia, Minggu (31/3/2019) mengungkapkan, bahwa pekerjaan pengelolaan tuak bagi masyarakat Sabu Raijua, sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu sebagai penyadap lontar atau iris tuak.
“Jadi pekejaan iris tuak ini untuk mendapatlan air nira sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Sabu Raijua. Kalau bahasa Sabunya At’ta Due, selain dari pekerjaan tani, ternak dan budidaya rumput laut, tentunya sadapan nira adalah pekerjaan sehari-hari masyarakat Sabu Raijua,” kata Lede.
Menurutnya, kegiatan menyadap nira berdasarkan kalender dan waktu yang ditentukan karena pengelolaan nira dapat dibuat seperti gula lempeng, gula air atau minuman tuak yang dapat dijual atau pun ditukar dengan beras dan kebutuhan lainnya untuk melanjutkan kehidupan masyarakat itu.
Warga Sabu Raijua lainnya Mano Radja menuturkan, Sabu Raijua adalah pulau yang dikenal dengan pohon lontar tentunya sangat dimanfaatkan masyarakat Sabu Raijua untuk menyadap air nira sebagai penghasilan mereka dalam kehidupan sehari-harinya.
“Tidak heran kalau pulau Sabu ini disebut Rai Due Donahu atau pulau lontar karena pulau Sabu terkenal penghasil gula sabu,” ujarnya.
Radja menambahhkan, jika nira yang sudah di proses menjadi gula sabu atau gula lempeng akan siap di jual di setiap Kabupaten di NTT dengan angkutan kapal laut setiap minggunya dengan harga Rp 100 ribu-150 ribu per jeriken 5 liter sedangkan gula lempeng Rp 1000/lempeng.
“Gula sabu dapat disimpan berlama-lama, tapi kalau sudah terlalu lama gula sabu akan terasa asam, dapat juga sebagai membuat kecap dengan menambahkan bumbu-bumbu, orang Sabu patut bangga karena Pulau Sabu Raijua ini dapat menyimpan potensi alam yang sangat luar biasa,” ucapnya.(*)