Cerita Kader Golkar Pertemukan Nenek yang Hilang Selama 17 Tahun
VIVA - Tangis haru menyelimuti keluarga Inak Juminah, warga Lingkungan Sesake, Praya Tengah, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis, 28 Maret 2019. Sudah 17 tahun lamanya, Inak Juminah pergi meninggalkan rumah. Tepatnya pada 2002, saat dia masih bersuami. Saat itu, dia mengaku lari dari rumah karena banyak persoalan yang dihadapi.
Berbekal sedikit uang dan pakaian seadanya, dia meninggalkan Pulau Lombok. Nenek 65 tahun ini mengungkap pengalaman pahit saat pergi ke Jakarta.
Tanpa bekal yang cukup, Juminah hidup sebatang kara. Tidak ada sanak saudara ataupun kerabat yang dituju. Hingga akhirnya dia menjadi gelandangan. Hidup berpindah dan terus berupaya memperoleh kerja.
Tak sampai di situ, dia terpaksa harus menjalani kehidupan di panti sosial karena tertangkap aparat ketertiban umum setempat. Bahkan, Juminah mengaku pernah dikumpulkan bersama orang-orang gangguan jiwa.
"Saya pernah disuruh telanjang dan dikumpulkan sama orang gila gitu. Tapi saya enggak mau meski dipukul berkali-kali," katanya.
Selepas dari panti sosial, dia pergi ke Jawa Barat untuk memperoleh pekerjaan. Selama itu, juga dia memendam rasa rindu dengan keluarganya di Lombok. Namun apa daya, dia tidak tahu harus berbuat apa. Hingga akhirnya dia kembali ke Jakarta dan tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Ciracas, Jakarta Timur.
Selama itu, Juminah terus berdoa agar bisa bertemu keluarganya. Hingga akhirnya, petugas panti mencoba mencari informasi mengenai keberadaan keluarganya. Terlebih, petugas tersebut punya kenalan seorang polisi yang bertugas di Lombok Barat.
Keponakan Juminah, Ristan, mengatakan keluarga langsung menyambut informasi itu. Mereka berkoordinasi dengan kepala desa, aparat Babinsa, hingga petugas Dinas Sosial Kabupaten Lombok Tengah.
"Setelah melalui sejumlah proses baru kami bisa menghubungi ibu kami di Jakarta melalui video call," ujar Ristan.
Proses pemulangan Juminah tidak semulus yang dikira. Ristan mengaku birokrasi berbelit menjadi salah satu kendala proses pemulangan Juminah. Keterbatasan anggaran menurutnya jadi alasan klasik sehingga Juminah harus menahan kerinduannya.
Tiga bulan berlangsung sejak Juminah ditemukan tapi belum dapat bertemu anak-anaknya. Hingga akhirnya keluarga mengadu pada Adi Putra Darmawan Tahir, anggota DPR Dapil NTB dari Fraksi Golkar.
Mendengar hal itu, Adi Tahir pun langsung bergerak cepat. Dia berkoordinasi dengan semua pihak terkait. Selanjutnya membiayai semua kebutuhan Juminah.
"Saya terharu mendengar kisah ibu Juminah ini. Saya nggak bisa membayangkan bagaimana seorang ibu terpisah dari anaknya selama 17 tahun," ujar Adi Tahir.
Kisah Juminah bukan yang pertama. Menurut politisi yang kembali maju sebagai Caleg DPR Dapil NTB 2 nomor urut 4 ini, kisah serupa banyak dialami TKI di beberapa negara baik Korea, Malaysia, hingga Timur Tengah. Ada yang tertipu agen pengiriman tenaga kerja, perusahaan perjalanan umrah palsu, bahkan ada yang kabur dari tempat kerjanya.
Adi Tahir berupaya maksimal untuk mengadvokasi dan membantu mereka. Kesigapan pemerintah menurutnya harus diapresiasi sehingga banyak kasus yang bisa terselesaikan.
"Kasus seperti Juminah ini bisa saja terjadi terhadap siapapun. Saya mengimbau agar masyarakat saling memperhatikan satu dengan lainnya. Pererat silaturahmi dan terpenting segera lapor pihak berwajib jika ada anggota keluarga yang hilang," katanya. (mus)