Rektor UIN Alauddin Bantah Beli Jabatan di Kementerian Agama

Ilustrasi suap.
Sumber :
  • http://www.blogpakihsati.com

VIVA – Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Musaffir Pababbari, membantah isu praktik jual beli jabatan di institusi yang dia pimpin. Diketahui, kabar itu merebak setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD buka-bukaan soal dugaan praktik korupsi di Kementerian Agama.

Kemenag Hadiahi Juara MTQ Internasional Rp 125 Juta, Upayakan Pengangkatan jadi PNS

Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan tvOne, Selasa malam, 19 Maret 2019, Mahfud MD mengungkapkan bahwa kursi rektor UIN bernilai Rp5 miliar. Mahfud juga mengungkap sejumlah kasus pengangkatan rektor tak wajar sebagai tanda jual beli jabatan.

“Saya sudah saksikan apa yang dikatakan Pak Mahfud MD. Tapi soal itu (jual beli jabatan), setahu saya tidak pernah ada yang begitu. Saya sendiri tidak pernah ada yang mintai (uang),” ujar Mussaffir ketika dihubungi, Kamis, 21 Maret 2019.

Ribuan Orang di Sumbar Daftar Jadi Calon Petugas Haji 2025

Musaffir mengatakan, menjadi rektor melalui tahapan pemilihan. Sebelum dan selama tahapan, ia mengaku tidak pernah ditawari oleh siapa pun untuk jual beli jabatan atau kursi rektor.

Menurut Musaffir, isu jual beli jabatan rektor di UIN oleh sebagian kalangan dikaitkan dengan mekanisme baru. Melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015, rektor di perguruan tinggi keagamaan tidak lagi melalui pemungutan suara senat melainkan dipilih oleh Menteri Agama RI, berdasarkan pertimbangan kualitatif dari senat.

Menteri Agama Datangi KPK Minta Pendampingan Dalam Pelaksanaan Ibadah Haji

Musaffir mengaku terpilih sebagai Rektor pada tahun 2015 sebelum mekanisme baru diberlakukan. Karena itu, jual beli jabatan dianggapnya tidak relevan dengan kondisi saat itu.

Dalam acara ILC, Mahfud MD mengungkap kasus Andi Faisal Bakti yang dua kali gagal jadi rektor UIN. Masing-masing di UIN Makassar dan UIN Jakarta. Kejadian itu dianggap tak wajar dan terkait jual beli jabatan.

Di UIN Makassar, kata Mahfud, Andi Faisal terpilih pada pemilihan rektor. Namun kemudian dibuat aturan bahwa calon rektor harus tinggal di UIN Makassar minimal enam bulan. Padahal Andi yang baru kembali dari Kanada telah pindah ke UIN Jakarta.

“Aturan itu dibuat sesudah Andi menang, bahkan, aturan itu dibuat tengah malam. Putusan pengadilan memutuskan agar Andi dilantik, tapi tidak kunjung dilantik. Justru orang lain yang jadi rektor UIN Makassar,” kata Mahfud.

Dalam acara yang sama, Mahfud MD menceritakan kegagalan yang sama juga dialami Andi ketika terpilih menjadi rektor UIN Jakarta. Sama seperti terpilih menjadi Rektor di UIN Makassar, ia tidak dilantik. 

“Andi Faisal Bakti kemudian didatangi oleh orang dan dimintai Rp5 miliar untuk jadi rektor,” kata Mahfud. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya