Australia Latih Otoritas Bandara Ngurah Rai Deteksi Bahan Peledak
- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA – Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, merupakan salah satu bandar udara tersibuk di Indonesia yang melayani puluhan ribu penumpang dan ratusan penerbangan setiap harinya.
Sebagai salah satu objek vital nasional dalam bidang transportasi yang memengaruhi hajat hidup orang banyak setiap harinya, terjaminnya keamanan di bandar udara merupakan hal yang mutlak untuk diwujudkan oleh PT Angkasa Pura I (Persero) selaku pengelola bandar udara.
Meskipun keamanan bandar udara merupakan tanggung jawab seluruh pihak, baik itu stakeholder maupun pengguna jasa, personel aviation security merupakan salah satu garda terdepan yang bertugas dalam pengamanan bandar udara.
Dalam menjalankan tugasnya, setiap personel dituntut untuk terampil, cekatan, serta memiliki pemahaman yang mendalam terhadap berbagai jenis ancaman dari dalam dan luar bandar udara.
Bekerja sama dengan Pemerintah Australia, melalui Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta, serta dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, PT Angkasa Pura I (Persero) menggelar pelatihan Explosive Trace Detection (ETD) dan Advanced Technology Implementation bagi para personel aviation security.
"Manajemen PT Angkasa Pura I selaku pengelola bandar udara, secara rutin dan berkesinambungan menjalankan program peningkatan kapasitas bagi para personel aviation security, baik itu secara internal, maupun dengan bekerja sama dengan instansi eksternal yang selama ini telah terjalin dengan baik," kata I Made Sudiarta, Airport Security Department Head PT Angkasa Pura I (Persero) Kantor Cabang Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Selasa 19 Maret 2019.
Pelatihan yang diselenggarakan di Hotel Harris Tuban ini, merupakan salah satu wujud kerja sama yang telah berjalan secara berkelanjutan, yang terlaksana melalui kerja sama Pemerintah Australia dengan PT Angkasa Pura I dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara selama sepuluh tahun terakhir.
"Materi yang diangkat dalam pelatihan ini bersifat cukup esensial dalam keamanan penerbangan. Bahan peledak atau explosive, merupakan salah satu barang berbahaya yang secara sangat ketat diatur dalam peraturan penerbangan," ujar Made Sudiarta.
Pendeteksian bahan peledak sejak dini di bandar udara merupakan salah satu prosedur keamanan yang mutlak dilakukan dalam rangkaian pemeriksaan keamanan. Dalam pelatihan ini, turut disampaikan pula materi mengenai penggunaan teknologi tingkat lanjut atau advanced technology implementation dalam prosedur keamanan bandar udara.
Kombinasi kedua materi pelatihan ini ditujukan untuk dapat menjadi pengetahuan baru bagi personel keamanan bandar udara, untuk dapat semakin meningkatkan pelayanan, serta pada akhirnya dapat memastikan kondisi keamanan bandar udara dan keamanan penerbangan.
Adam Morton, First Secretary (Transport) dari Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta menyambut baik terhadap kegiatan pelatihan ini.
"Ada kegiatan ini, kita akan banyak membahas implementasi teknologi maju. Kita harus menyambut teknologi baru tersebut, khususnya body scanner dan mesin ETD, karena ancaman di luar sana yang sifatnya baru," ujar Adam Morton.
Sistem ETD
Hingga saat ini, sudah banyak bandar udara di dunia yang meningkatkan standar keamanannya dengan pengimplementasian Explosive Trace Detection (ETD) checking.
Di Australia sendiri, Bandar Udara Newcastle di Negara Bagian New South Wales, Bandar Udara Internasional Melbourne, dan Bandar Udara Hobart di Tasmania, menerapkan prosedur keamanan ini dengan sistem random checking terhadap penumpang yang hendak bepergian melalui pesawat udara.
Petugas aviation security Amerika Serikat juga berhasil mencegah seorang penumpang yang kedapatan membawa bahan peledak untuk masuk ke dalam terminal bandar udara.
Sementara itu, di Bandar Udara Internasional Yuma, di Negara Bagian Arizona, bahan peledak jenis C4 atau bom plastik yang disembunyikan dalam kaleng tembakau oleh seorang penumpang pada tahun 2011 silam, berhasil terdeteksi melalui ETD checking.
"Selain penggunaan teknologi, kualitas sumber daya manusia juga sangat berperan. Untuk itu, saya berharap akan ada banyak interaksi di kegiatan ini," ujar Adam Morton.
Pelatihan yang akan dilaksanakan hingga tanggal 27 Maret 2019 tersebut diikuti oleh 44 peserta, dimana bandar udara tuan rumah mengirim 30 personel. Sebanyak 12 peserta sisanya merupakan utusan dari 7 bandar udara di lingkup PT Angkasa Pura I (Persero), serta 2 peserta dari Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV.
Ke depannya, kerja sama kedua belah pihak akan dilanjutkan kembali dengan diselenggarakanya diklat untuk personel keamanan bandar udara. Diklat bertajuk Mitigating the Risk of Trusted Insiders tersebut direncanakan akan turut digelar di Bali.