Alasan Media dan Lembaga Survei Desak Aturan Hitung Cepat Disidangkan

Ilustrasi hitung cepat.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA – Sejumlah media dan lembaga survei mengajukan judicial review terkait aturan pelarangan publikasi quick count setelah dua jam selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia Barat, pelarangan survei di hari tenang, serta ancaman pidana terkait hal tersebut. 

Film Spesial Para Perintis Kemerdekaan Tayang Akhir Pekan di tvOne

Pihak Kuasa Hukum dari ZiA & Partners Law Firm, Andi Syafrani mengungkapkan, pengajuan judisial review ke Mahkamah Konstitusi tersebut dilakukan hari ini oleh RCTI, tvOne, Metro TV,  Indosiar, dan Trans TV serta lembaga survei Indikator dan Cyrus Network. 

Dia menjelaskan, para pemohon mengajukan Permohonan Pengujian Pasal 449 Ayat 2, 5 dan 6, Pasal 509 serta Pasal 540 Ayat 1 dan 2, dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Pasal 197 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang, terhadap Undang-undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi. 

Film Spesial Arie Hanggara Tayang di tvOne 26 Desember 2021

"Norma pasal-pasal tsb sebenarnya telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK dalam 3 putusan yg berbeda,  yakni Putusan Nomor 9/PUU-VII/2009, bertanggal 30 Maret 2009 jo. Putusan Nomor 98/PUU-VII/2009, bertanggal 3 Juli 2009 jo. Putusan Nomor 24/PUU-XII/2014, bertanggal 3 April 2014," ujar Andi dikutip dari keterangan resminya, Jumat 15 Maret 2019.

Dia menambahkan, para pemohon merasa dalil dan pertimbangan hukum hakim dalam tiga putusan tersebut masih relevan bahkan lebih mengingat pembatasan publikasi QC justru akan berpotensi menimbulkan banyaknya hoaks seputar hasil Pemilu.  

Pendapatan VIVA Tumbuh Jadi Rp920,3 Miliar pada Semester I-2021

"Pemilu 2019 dengan gabungan Pileg dan Pilpres pertama dalam sejarah Indonesia justru semakin mendorong rasa ingin tahu akan informasi yang cepat dan akurat tentang hasil Pemilu. Penundaan publikasi akan merugikan dan menghalangi hak konstitusional media untuk menyampaikan informasi dan hak warga untuk mendapatkan informasi," tambahnya. 

Dia pun mengatakan, karena pemilu sudah dekat, para pemohon berharap MK dapat menyidangkan dan memutuskan permohonan ini sebelum 17 April 2019. Karena setelah itu permohonan akan tidak bernilai. 

"Jika MK tidak dapat memutuskan akhir dengan cepat, maka dimohonkan agar ada putusan sela yang isinya perintah penundaan norma pasal-pasal yang diuji," tegasnya. 

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman

Ketua MK Sebut UU Pemilu dan UU Cipta Kerja Paling Sering Digugat

Ada sebanyak 48 undang-undang yang yang dimohonkan pengujiannya di MK tahun 2021. UU Pemilu dan UU Cipta Kerja paling banyak digugat

img_title
VIVA.co.id
10 Februari 2022