Membongkar Aksi Tipu-tipu Money Changer di Gang Sempit Bali

Ilustrasi aktivitas penukaran uang di money changer.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Sebagai destinasi wisata, ada banyak unit bisnis yang dibangun pengusaha di Bali sebagai sarana pendukung. Mulai dari hotel, restoran, sarana transportasi, kafe hingga layanan penukaran uang (money changer).

Kejar Target 14 Juta Kunjungan Wisman 2024, Menpar Widi Gencarkan Promosi di Luar Negeri

Sialnya, tak melulu unit bisnis yang dibangun benar-benar untuk kepentingan sarana pendukung destinasi wisata di Bali yang berkelas dunia. Alih-alih memudahkan turis mancanegara yang ingin menukarkan uangnya, money canger justru mengeruk keuntungan dengan praktik culas.

Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Bali, Ayu Astuti Dharma membeberkan beberapa praktik kotor money changer dalam memperdaya turis mancanegara. Rata-rata mereka adalah perusahaan tak memiliki izin resmi alias ilegal.

Jumlah Wisman Melancong ke RI Agustus 2024 Naik, Didominasi Malaysia hingga China

Anehnya, mereka tak bisa ditindak secara hukum meski melakukan praktik penipuan, oleh karena Bank Indonesia (BI) hanya mensyaratkan Surat Keterangan Tempat Usaha (SKTU) kepada mereka sebagai landasan berdiri perusahaan.

"SKTU itu tidak ada ranah hukumnya. Satpol PP tidak bisa menindak. Ini yang harus dipahami. Saya pernah bersurat agar gubernur menerbitkan pergub mengatur hal ini. Praktik curang money changer ini terjadi di Bali saja, daerah lain tidak," kata Ayu di Denpasar, Sabtu 9 Maret 2019.

Wisatawan Mancanegara ke RI Keluarkan Rp 23,4 Juta per Kunjungan

Dari ketentuan BI, money changer yang ingin beroperasi wajib memiliki ruangan. Namun dalam praktiknya, meski mereka memiliki ruangan, tapi lebih mirip perusahaan yang 'bongkar-pasang'. "Mereka juga banyak beroperasi di jalan gang-gang begitu," papar Ayu.

Ayu memaparkan, ada praktik kotor yang mereka lakukan. Biasanya ada dua modus yang biasanya menjadi jurus mereka untuk menipu turis mancanegara, apalagi yang baru pertama kali datang ke Bali.

Pertama, mereka memiliki meja yang sudah diatur sedemikian rupa agar memiliki celah untuk menjatuhkan uang. Saat uang asing ditukar ke dalam rupiah, penjaga money changer kemudian berpura-pura menghitung kembali uangnya.

"Saat dihitung itu lah dengan kecepatan tangan dia menjatuhkan beberapa lembar uang ke dalam meja yang sudah didesain memiliki celah khusus untuk menaruh uang. Jadi uang yang dihitung berkurang karena berjatuhan ke bawah meja," katanya.

Kedua, mereka menggunakan kalkulator yang bermasalah, sehingga mengelabui turis saat menukarkan uangnya. "Dalam satu kali transaksi, kerugian bisa mencapai Rp3-5 juta," tutur Ayu.

Sialnya, saat turis tadi menyadari uangnya berkurang atau tidak pas sesuai hitungan tukar mata uang dan kembali ke lokasi tempat penukaran uang, perusahaan money changer tadi sudah kabur dan tutup.

"Jadi dalam praktiknya mereka itu selalu hit and run. Begitu dapat mangsa, dia tutup, kabur dan buka di lokasi lain," paparnya.

Ayu menuturkan, di beberapa daerah di Bali juga ditemui adanya money changer yang ilegal. Namun, mereka benar-benar bekerja sesuai aturan dan tak melakukan praktik curang. Terhadap perusahaan yang seperti ini, Ayu mendorong mereka mengurus perizinan.

"Tapi yang nakal tadi, kita minta ditindak tegas agar tak merusak citra Bali. imbasnya, perusahaan legal seperti kami yang terkena dampaknya," katanya.

Parahnya, praktik curang seperti itu sudah terjadi sejak lama. Sebagai asosiasi, Ayu mengaku hanya bisa mempersempit ruang gerak mereka, tanpa kewenangan untuk melakukan penindakan.

Menurut Ayu, saat ini money changer yang legal di Bali ada 125 perusahaan dengan cabang mencapai 500-an. Mereka bekerja sesuai prosedur standar operasional atau SOP dan ada akreditasi.

"Silakan Anda warga Indonesia tukarkan dolar di money changer nakal itu. Pasti akan ditolak dengan alasan tidak ada uang. Karena sesungguhnya mereka mengincar turis asing saja," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya