Eks Kalapas Sukamiskin Wahid Husein Dituntut 9 Tahun Penjara

Mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Klas 1 Sukamiskin, Wahid Husein.
Sumber :
  • VIVA/ Adi Suparman.

VIVA - Mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Klas 1 Sukamiskin, Wahid Husein, dituntut sembilan tahun penjara oleh jaksa. Itu karena dia dinilai terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dalam penyediaan fasilitas untuk narapidana di Lapas Sukamiskin.

Jaksa Penuntut Umum untuk Komisi Pemberantasan Komisi Pemberantasan Korupsi, Trimulyono Hendardi, menjelaskan Wahid terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan primair pasal 12 huruf b Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana penjara sembilan tahun penjara denda Rp400 juta subsider enam bulan sebagaimana diatur dalam dakwaan primair," ujar Trimulyono di ruang 6 Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung di Jalan RE Martadinata, Rabu 6 Maret 2019.

Dalam pertimbangannya, untuk hal memberatkan, terdakwa sebagai penyelenggara Negara tidak berperan aktif mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Sedangkan untuk hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan mengakui kesalahannya.

Daftar Kesalahan

Wahid didakwa atas kasus suap dalam penyediaan fasilitas mewah dan kemudahan ijin keluar narapidana kasus tipikor. Wahid disebut telah menerima barang dan uang dengan total miliaran rupiah dalam penyediaan fasilitas mewah dan kemudahan izin keluar. Salah satunya dari napi kasus suap di Badan Keamanan Laut (Bakamla), Fahmi Darmawansyah, yang menjalani hukuman penjara selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan sejak bulan Juni 2017 berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selama di Sukamiskin, Fahmi menikmati berbagai fasilitas di luar standar kamar Lapas, di antaranya televisi dengan jaringan TV kabel, AC, kulkas kecil, tempat tidur spring bed, furnitur dan dekorasi interior High Pressure Laminated (HPL) dan penggunaan telepon genggam.

"Terdakwa mengetahui fasilitas yang dinikmati Fahmi, namun membiarkan hal itu terus berlangsung," kata Jaksa Trimulyo dalam sidang pada 5 Desember 2018.

Lebih mencengangkan lagi, Wahid memberikan kepercayaan kepada Fahmi untuk berwirausaha menyediakan jasa untuk kebutuhan intim para napi Tipikor. Fahmi, yang dibantu tahanan, menyediakan ruangan berukuran dua kali tiga meter.

"Membangun ruangan yang dilengkapi dengan tempat tidur untuk keperluan melakukan hubungan badan suami istri dengan tarif Rp650 ribu," kata jaksa.

Tidak hanya itu, terdakwa kasus suap pemberian fasilitas mewah dan kemudahan izin keluar tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Sukamiskin, Wahid dinilai memberikan akses penuh bagi napi kasus tipikor. Selain memberi izin usaha fasilitas intim, Wahid juga membiarkan tahanan pelesir ke hotel-hotel.

Salah satunya, napi tipikor Tubagus Chaeri Wardhana atau Wawan, yang merupakan suami Wali Kota Tangerang Selatan, Airin. Wawan kerap mengajukan izin dengan alasan sakit untuk tidur bersama perempuan di sebuah hotel. Tercatat pada 16 Juli 2018 Wawan mendapat izin berobat ke Rumah Sakit Rosela Kabupaten Karawang.

"Terdakwa tahu izin tersebut disalahgunakam Wawan," kata Trimulyo.

Wawan rutin mengeluarkan uang sebagai pelicin kepada Wahid agar mempermudah aktivitasnya, yang diberikan melalui ajudan pribadi Hendry Saputra, berikut di antaranya:

a. Pada tanggal 25 April 2018 sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk membayar makanan di Restoran Al Jazeerah;

b. Pada tanggal 26 April 2018 sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk membayar makanan Kambing Kairo;

c. Pada tanggal 30 April 2018 sebesar Rp730.000,00 (tujuh ratus tiga puluh ribu rupiah) untuk membayar makanan sate Haris;

d. Pada tanggal 7 Mei 2018 sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk membayar karangan bunga yang dipesan terdakwa;

e. Pada tanggal 9 Mei 2018 sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah);

f. Pada tanggal 28 Mei 2018 sebesar Rp4.700.000,00 (empat juta tujuh ratus ribu rupiah) untuk membayar makanan di Resto Al Jazeerah;

g. Pada tanggal 4 Juni 2018, sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk membayar makanan di Restoran Abuba dan sebesar Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk membeli parsel;

h. Pada tanggal 11 Juni 2018, sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk biaya perjalanan dinas Terdakwa ke Jakarta;

Kejagung: Kejari Cirebon Keluarkan Surat Hentikan Penuntutan Nurhayati

i. Pada tanggal 21 Juni 2018 sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk biaya perjalanan dinas Terdakwa ke Cirebon;

j. Pada sekitar akhir bulan Juni 2018 sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). (ren)

Angelina Sondakh Akan Bebas pada April 2022
Gedung Kejaksaan Agung (Foto ilustrasi)

Kejagung Tahan Rennier Tersangka Kasus Korupsi Asabri

Penahanan terhadap Rennier sesuai dengan surat perintah Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus.

img_title
VIVA.co.id
13 Maret 2022