Dipecat, Dosen Bercadar IAIN Bukittinggi Banding ke BKN
- VIVA/Andri Mardiansyah
VIVA – Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat, Hayati Syafri mendatangi kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mengajukan banding administratif atas pemecatannya.
Hayati diberhentikan karena pelanggaran disiplin yaitu tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah, yang diakumulasikan sebanyak 67 hari kerja. Hayati dianggap melanggar ketentuan pasal 3 angka 11 dan angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Ia masih meyakini diberhentikan karena menggunakan pakaian bercadar yang dilarang oleh pihak tempatnya bekerja, yakni IAIN Bukittinggi.
"Pertama disampaikan ada kode etik kampus, ketika dilihat kode etik kampus di situ dibahasakan dosen harus berpakaian formal dan rapi sesuai syariat Islam," ucap Hayati di Kantor BKN, Cawang, Jakarta Timur, Senin, 4 Maret 2019.
Hayati pun bercerita bahwa dirinya juga meminta evaluasi kepada mahasiswa di tempat ia mengajar. Hayati pun meminta penilaian dari mahasiswanya apakah mereka keberatan ia memakai cadar saat mengajar di kelas.
"Saya masih punya bukti-bukti evaluasi mereka yang pada umumnya mereka mendukung saya memakai cadar. Tapi alasan tidak efektifnya bercadar menjadi hal yang dikemukakan oleh pimpinan yang ada di kampus," ujarnya.
Kasus Hayati Syafri sempat mencuri perhatian publik. Dirinya dinonaktifkan dari semua kegiatan akademiknya. Semua akses yang terkait dengan fungsional akademiknya ditutup pihak kampus lantaran ia tetap bersikukuh mengenakan cadar di lingkungan kampus.
Hayati melawan arus karena menurut keyakinannya bahwa cadar merupakan salah satu sunnah dalam agama Islam dan tidak sepantasnya kampus Islam membuat aturan yang bertentangan dengan aturan Islam.
Setelah melakukan istikharah, Hayati tetap menggunakan cadar, meskipun diintimidasi bahkan diberi sanksi sekalipun. Baginya, mengenakan cadar merupakan prinsip dan pilihan hidup saat ini. Bahkan, sebelum memakai cadar ia sudah melakukan kajian mendalam, dan juga sudah meminta pendapat dari beberapa ulama.
Sebelumnya, otoritas IAIN Bukittinggi menegaskan, pemberhentian Hayati sebagai pegawai negeri sipil dan dosen murni karena alasan pelanggaran disiplin sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Berdasarkan hasil investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, ditemukan bukti kuat bahwa Hayati melanggar disiplin.
"Ada rekam jejak melalui data fingerprint (alat pemindai sidik jari untuk presensi) di [Badan] Kepegawaian," kata Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, pada Senin, 25 Februari 2019. (art)