Kementan Terus Upayakan Harga Jagung Tetap Stabil
VIVA – Harga jagung di tengah panen raya memang tengah meluncur turun. Sebenarnya ada upaya yang bisa dilakukan untuk stabilisasi harga di tingkat petani. Seminggu terakhir ini harga jagung di Banyuwangi anjlok, kisaran Rp 3.200- Rp 3.300 per kilogramnya. Hitung-hitungannya sudah tidak untung bagi petani sebab biaya operasional jagung makin lama makin tinggi.
Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Rahmanto menuturkan harga turun karena produksi tengah tren dan petani tidak bisa menyimpan lama. Pedagang juga ada keterbatasan untuk menyimpan juga sehingga belinya terbatas atau bahkan menyewa gudang sehingga menambah biaya produksi.
Karena itu, pemerintah terus mengupayakan berbagai cara mengenai permasalahan harga supaya tidak anjlok dan petani aman.
"Keluhan-keluhan dari para petani akan kami respon dan kami bicarakan terus di tingkat pusat supaya harga ini bisa menguntungkan dan ada semangat dari petani untuk tetap berbudidaya jagung," tutur Rahmanto, Rabu (27/2).
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan tunda jual yaitu produksi jagung tidak langsung dijual tapi disimpan. Karena itu, dinas pertanian diusulkan ada program untuk menjaga produksi dan stabilitas harga.
"Bisa kita buatkan gudang gudang penyimpanan dan pengolahan kita bantu mesin pengering dan mesin pemipil," beber Rahmanto.
Dengan begitu, petani dirancang untuk bisa mengolah produksi dahulu, terus disimpan dan dikeluarkan sedikit sedikit. "Kita upayakan untuk fasilitasi mesin pengolahan gudangnya dan sebagainya," tutur Rahmanto.
Diakuinya, upaya jangka pendek yang tengah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melibatkan Bulog dalam penyerapan jagung. Meskipun langkah tersebut belum bisa dilakukan sepenuhnya karena gudang Bulog sudah penuh dengan penyerapan padi dari petani.
"Masih diproses untuk aksi cepat tanggap untuk hal tersebut," tutur Rahmanto.
Upaya lanjutan adalah dengan membentuk korporasi petani karena luasan hamparan di Desa Barurejo, Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi bisa mencapai 2 ribu hektar sehingga sudah mencapai skala ekonomi.
Sistem korporasi ini terus diupayakan pemerintah. Supaya masyarakat punya kekuatan tawar yang baik. termasuk harga bisa ditentukan sendiri oleh petani.
"Kalau harga tidak cocok ya kita punya gudang dan sarana pengolahan hasil. Kita simpan," tuturnya.
Rahmanto mencontohkan LMDH di Lebak Banten yang sudah menjadi percontohan korporasi petani. Dimana produktivitas jagung meningkat menjadi 8 ton per hektar dan sistem usaha tani teratur secara utuh dalam satu manajemen kawasan.
Korporasi petani juga bisa memperkuat kelembagaan petani dalam mengakses informasi, teknologi, prasarana dan sarana publik, permodalan serta pengolahan dan pemasaran.
Termasuk, kerjasama dengan Perum BULOG dan industri pakan untuk menjaga stabilitas harga jagung, agar minat petani untuk terus berbudidaya jagung terus terpelihara dalam rangka mendukung ketahanan pangan Indonesia.
"Bantuan untuk korporasi petani juga ada berupa alsintan sehingga pertanaman jagung nantinya tidak hanya saat musim hujan saja. Mungkin bisa nanti dibuat embung atau air permukaan sehingga bisa mengubah waktu pertanaman (off season)," tutup Rahmanto.