IAIN Bukittinggi Bantah Pecat Dosen Hayati karena Bercadar

Hayati Syafri, dosen pada IAIN Kota Bukittinggi di Sumatra Barat, diwisuda sebagai doktor oleh kampusnya pada Jumat, 16 Maret 2018.
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Institut Agama Islam Negeri Kota Bukittinggi di Sumatera Barat membantah tudingan bahwa kampus itu memberhentikan seorang dosennya bernama Hayati Syafri karena perempuan itu mengenakan cadar.

Kartika Putri Gak Mau Tampil Depan Publik Lagi Usai Bercadar, Kenapa?

Otoritas IAIN menegaskan, pemberhentian Hayati sebagai pegawai negeri sipil dan dosen murni karena alasan pelanggaran disiplin sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Berdasarkan hasil investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, ditemukan bukti kuat bahwa Hayati melanggar disiplin.

"Ada rekam jejak melalui data fingerprint (alat pemindai sidik jari untuk presensi) di [Badan] Kepegawaian," kata Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukit Tinggi, Syahrul Wirda, pada Senin, 25 Februari 2019.

Setelah Bercadar, Kartika Putri Tak Mau Lagi Tampil di TV

Syahrul mengklaim, pemberhentian itu sudah sesuai prosedur dan aturan. Namun otoritas kampus mempersilakan Hayati menggugat keputusan pemberhentian itu kepada pengadilan jika keberatan. Dia menyarankan Hayati melengkapi berkas dan bukti pelengkap banding kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Dia mengaku mengetahui bahwa Hayati keberatan dengan keputusan itu dan merasa memenuhi kewajibannya sebagai dosen PNS selama ini. Bahkan Hayati berdalih keputusan pemberhentian sesungguhnya karena dia bercadar, sementara ketidakhadiran selama 67 hari kerja hanyalah alasan yang dibuat-buat.

Ustazah Halimah Alaydrus Minta Jemaah Lepas Cadar saat Hadir di Kajian karena Dua Alasan Ini

Hayati, menurut Syahrul, seyogianya mengajukan keberatan atas pemberhentiannya melalui mekanisme hukum, bukan dengan berbicara kepada publik melalui media sosial. "Silakan buktikan soal kehadiran itu [melalui mekanisme hukum], soal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Semua itu kan ada buktinya," ujarnya.

Yang pasti, kata Syahrul, pemberhentian Hayati bukan karena cadar. Tim investigasi dari Inspektorat Jenderal Kemenag menemukan bukti valid bahwa selama tahun 2017, Hayati tidak masuk kerja selama total 67 hari kerja.

Meski Hayati sedang studi doktoral atau S-3 dan bahkan didukung oleh pimpinan kampus, bukan berarti dibolehkan melanggar aturan dengan meninggalkan tugas sebagai dosen. Kalau memang ada urusan studi yang menyita waktu sehingga berhalangan untuk bekerja, Hayati sebetulnya bisa saja mengirimkan surat izin.

Hayati Syafri menerima surat keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai dosen mata kuliah Speaking di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Kota Bukittinggi. Surat yang diterbitkan langsung oleh Kementerian Agama itu dia terima pada 20 Februari 2019. 

Disebutkan dalam surat bahwa Hayati dianggap melanggar ketentuan pasal 3 angka 11 dan angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Jika tidak ada banding administratif, keputusan itu mulai berlaku pada hari kelima belas sejak surat diterima. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya