Gunung Merapi Masuki Fase Pembentukan Awan Panas Guguran
- VIVA.co.id/ Catur Edi (Yogyakarta)
VIVA – Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida menyebutkan, Gunung Merapi memasuki fase pembentukan guguran lava dan awan panas guguran, sejak 29 Januari 2019 lalu.
Masuknya Gunung Merapi ke fase pembentukan guguran lava dan awan panas guguran itu, membuat beberapa kali terjadi fenomena awan panas guguran. Dalam catatan BPPTKG, sejak 29 Januari 2019 hingga 21 Februari telah terjadi 11 kali awan panas guguran di Gunung Merapi.
Hanik menjelaskan, tanggal 29 Januari terjadi 3 kali awan panas guguran dengan jarak luncur maksimal 1.400 meter. Pada 7 Februari terjadi satu kali awan panas guguran, dengan jarak luncur maksimal 2000 meter.
Kemudian, pada 11 Februari terjadi 1 kali awan panas guguran dengan jarak luncur maksimal 400 meter.
Sedangkan pada tanggal 18 Februari terjadi rentetan awan panas guguran sebanyak 11 kali. Awan panas guguran ini memiliki jarak luncur maksimal 1000 meter.
"Jarak luncur guguran lava dan awan panas guguran saat ini maksimal 2 km dan masih berpotensi terjadi dengan jarak luncur kurang dari 3 km," ujar Hanik di kantor BPPTKG, Kamis 21 Februari 2019.
Dia menambahkan, "Kondisi ini belum mengancam keselamatan penduduk di pemukiman yang berjarak paling dekat 4,5 km dari puncak Merapi."
Hanik membeberkan, data BPPTKG merinci dalam sebulan terakhir kegempaan di Gunung Merapi mengalami peningkatan. Sebulan terakhir gempa VB 14 kali, MP 39 kali, LF 34 kali, DG 81 kali, RF 1.216 kali terjadi. "Ini menandakan bahwa suplai magma ke permukaan masih berlangsung dan cenderung meningkat," ujar Hanik.
Hanik merekomendasikan masyarakat, khususnya yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa. Namun, masyarakat juga diminta agar selalu mengikuti informasi aktivitas Merapi. "Radius 3 km dari puncak agar dikosongkan dari aktivitas penduduk," ujarnya.
Dia minta, masyarakat dan pemerintah daerah mempersiapkan prosedur penanganan kondisi darurat terhadap aktivitas masyarakat atau wisatawan, di alur Kali Gendol dan sekitarnya. "Masyarakat diimbau untuk mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik," lanjut Hanik. (ren)