Dari UI untuk Negeri
- VIVA/Zahrul Darmawan
VIVA – Sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di Indonesia, Universitas Indonesia (UI) telah banyak mencetak kaum intelektual dengan sederet karya yang menohok dunia. Tak heran jika kampus yang dijuluki Jaket Kuning itu pun cukup dikenal hingga di kancah internasional.
Berdasarkan data yang dihimpun, cikal-bakal terbentuknya UI terjadi pada zaman pemerintah kolonial Belanda. Kala itu, pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah sekolah dengan tujuan menghasilkan asisten dokter tambahan yang memegang sertifikat perawatan tingkat dasar serta mendapatkan gelar dokter Jawa atau yang disebut Javanese doctor.
Secara resmi UI memulai kegiatannya pada 2 Februari 1950 dengan presiden (saat ini disebut rektor) pertamanya adalah Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerio. Kantor rektor UI awalnya berkedudukan di Jakarta, di gedung Fakultas Kedokteran di Jalan Salemba Raya nomor 6, yang kemudian dipindahkan ke Jalan Salemba Raya nomor 4.
Kini, tiap 2 Februari diperingati sebagai hari kelahiran UI. Seiring perkembangannya, UI terus berinovasi hingga akhirnya melebarkan sayap ke wilayah Depok, tepat di pinggiran Jakarta Selatan. UI kampus Depok kini menjadi pusat studi perguruan tinggi negeri itu. Khusus di bidang medis atau kedokteran, UI bahkan memiliki segudang fasilitas penunjang.
Rumah sakit canggih
Di salah satu sudut kompleks kampus itu kini berdiri satu gedung menjulang tinggi. Bangunan dengan empat belas lantai di atas lahan seluas dua belas kali lapangan sepakbola itu ialah Rumah Sakit Universitas Indonesia alias RSUI.
Pusat fasilitas kesehatan itu diresmikan dan dibuka untuk umum 13 Februari 2019. Digadang-gadang terbaik di kelasnya, terutama karena beragam fasilitas canggih, berkapasitas 300 tempat tidur, dan dikonsep serta dirancang bangun sebagai fasilitas pelayanan kesehatan satu atap (one stop health services).
Selain untuk melayani perawatan medis, RSUI juga digunakan untuk menunjang pendidikan para mahasiswa calon dokter. Bahkan diklaim sebagai rumah sakit perguruan tinggi negeri pertama di Indonesia yang berkonsep one stop health services.
Rektor UI Muhammad Anis, dalam kesempatan upacara peresmian rumah sakit itu, mengatakan bahwa RSUI RSUI juga dilengkapi ruang observasi bagi para mahasiswa tanpa mengganggu kenyaman pasien. Gedung rumah sakit juga dilengkapi infrastruktur teknologi yang mendukung mahasiswa memantau tindakan medis secara langsung di ruang kelas, tentu atas seizin pasien.
Bangunan utama RSUI berdiri di atas bantalan tahan gempa yang berada di dasar konstruksi yang bertujuan untuk menahan guncangan dengan aman hingga 9.0 skala Ritcher. Setiap lantai memiliki kompartemen tahan api dan bebas asap sebagai area aman tempat berkumpul untuk memudahkan evakuasi korban kebakaran.
Dengan sistem tata air dan penyejuk udara juga bersifat variabel untuk meminimalkan risiko penularan penyakit dalam rumah sakit melalui udara. Sistem tata air bersih menggunakan pipa antibakteri untuk meminimalkan risiko penularan penyakit melalui air. Bangunan untuk mesin generator listrik dan mesin pengembus udara sejuk terpisah dari bangunan pelayanan sehingga pasien, pengunjung, dan seluruh staf pemberi layanan dapat bekerja produktif, bebas dari getaran dan kebisingan.
“Kami ingin memberikan layanan yang prima bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, khususnya di wilayah Kota Depok. RSUI diharapkan mampu menjadi center of excellence di bidang kesehatan Indonesia yang dapat meningkatkan kapasitas pendidikan dan penelitian para mahasiswa di Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan UI,” kata Anis.
RSUI juga berkomitmen meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia melalui kolaborasi dengan universitas-universitas regional.
Memurut Direktur RSUI Dr dr Julianto menambahkan, RSUI adalah pelopor penerapan konsep pelayanan primer, sekunder, dan tersier dalam satu atap melalui integrasi kolaborasi hospital care dan community care. Konsep ini berkesesuaian dengan norma yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan.
“Dengan berdirinya RSUI ini diharapkan tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat melainkan juga dapat menjadi sarana untuk mewujudkan pendidikan interprofesional bagi calon dokter, dokter gigi, ners, apoteker, kesehatan masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya secara terintegrasi, mengembangkan kolaborasi interprofesional dalam pelayanan, pengabdian masyarakat,” ujarnya.
RSUI diharapkan menjadi model percontohan rumah sakit pendidikan bagi universitas lain. “RSUI akan tetap terus berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, komunitas, dan masyarakat, yang efisien, berkesinambungan, berbasis bukti, serta mengikuti perkembangan zaman sesuai dengan motto RSUI: We Provide Outstanding Care.”
Bakti untuk Negeri
Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UI, Bambang Wibawarta, persaingan di dunia kerja makin global. Porsi-porsi yang sangat strategis pun diperebutkan banyak orang. Tapi di sisi lain banyak juga peluang-peluang baru. UI mempersiapkan dengan soft skill dan tidak hanya hard skill sehingga semua lulusannya diharapkan bisa bersaing.
Bambang mengatakan, lulusan UI sangat dibutuhkan di dunia kerja. Hal itu dapat dibuktikan dengan serapan lapangan kerja yang tinggi bagi para lulusan kampus kuning tersebut.
“Waktu tunggu kerja setelah lulus, kalau dirata-rata dua bulan, dan itu tinggi sekali, padahal di ketentuan Dikti (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) itu, masa tunggu enam bulan,” katanya.
Sejak 69 tahun lalu menyandang nama Indonesia, UI senantiasa berkiprah membangun pendidikan tinggi di Indonesia dengan melanjutkan warisan sejarah akademiknya dalam bentuk inovasi dalam penemuan, penelitian, pengabdian masyarakat, dan pengajaran berstandar internasional hingga diakui sebagai universitas peringkat ke-57 di Asia dan terbaik di Indonesia berdasarkan pemeringkatan QS World Ranking University. Bahkan, UI berhasil meraih posisi ke-82 perguruan tinggi terbaik negara berkembang di dunia menurut Times Higher Education.
Di sisi lain, UI juga dikenal berperan aktif dan peka dengan keadaan sosial. Belum lama ini, program Vokasi UI bekerjasama dengan Koalisi Anak Madani Indonesia (KAMI), Jefri Nichol Fans Club, LPAI, Sahabat Yatim Indonesia, Kementerian Sosial, Saya Sahabat Anak, SMA 35 Jakarta, Alumni SMA 35 Jakarta kompak melakukan aksi sosial bertajuk Gerakan 1 Juta Boneka untuk Anak Korban Bencana Tsunami Pandeglang.
Peran UI untuk memberikan pendidikan juga terasa hingga di balik jeruji besi alias penjara. Salah satunya ialah kegiatan bertajuk pengabdian masyarakat dengan sasaran para narapidana alias napi di Lembaga Pemasyarakatan III Cilampayan, Desa Pasir Tanjung, Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Dosen Pendidikan Vokasi UI, Rahmi Setiawati, mengatakan bahwa hingga kini stigma masyarakat terhadap mantan narapidana masih negatif, sehingga ketika mereka keluar dari lapas tetap sulit mencari pekerjaan.
UI juga menunjukkan empati atau kepeduliannya dengan menampung sejumlah mahasiswa yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di daerah lokasi bencana. Sistem ini disebut sit in atau berkuliah sementara.
Kala itu, salah satu kampus yang terpilih dalam program ini adalah Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Rektor Muhammad Anis menuturkan, duka yang dirasakan masyarakat Palu, Donggala, dan wilayah lainnya, turut dirasakan pula oleh segenap bangsa Indonesia, khususnya civitas academica UI.
Seperti julukannya, yang dikenal sebagai kampus perjuangan, UI pun kembali ambil bagian dalam pesta demokrasi di Indonesia. Salah satu peran UI adalah sebagai penyeimbang dunia politik di Tanah Air dengan bersikap netral. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dipegang teguh para civitas maupun alumni, yakni, Veritas, Probitas dan Iustitia, yang artinya Kebenaran, Kejujuran dan Keadilan.
Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia atau Iluni, Arief Budhy Hardono, mengaku punya cara sendiri untuk mendukung pemilu. Targetnya adalah membuat demokrasi yang berkualitas. “Tagline kita adalah demokrasi 2019 berkualitas, Indonesia naik kelas. Kalau Indonesia naik kelas, seluruh warga bangsa yang jumlahnya 226 juta, akan naik kelas bukan hanya lokal regional tapi juga global,” ujar Arief.
Guna mewujudkan itu, Iluni gencar memberikan edukasi positif berbau kritik membangun negeri. Di antaranya dengan membuat enam pokja yang terus bekerja memberikan masukan kepada lembaga-lembaga resmi pengawal pemilu. Termasuk meminta alumni menuangkan ide-ide dan usulan mereka untuk kemajuan bangsa melalui proposal yang berkualitas.
“Bangsa ini terus bergerak maju. Harapannya siapapun yang terpilih, tulisan dari alumni UI bisa jadi masukan bagi lima tahun kepemimpinan nanti. Caranya adalah dengan mendukung konsep demokrasi yang berkualitas, mendukung KPU, mendukung Bawaslu, pengamat bahkan mendukung media. Media harus dilibatkan dalam sebuah konsep, karena media yang memberikan penerangan kepada seluruh masyarakat untuk ke satu tujuan demokrasi berkualitas indonesia naik kelas,” katanya.
Arief menegaskan, ini adalah cara para alumni untuk mendukung perkembangan bangsa. “Selama kuliah dulu kami merasa mendapat banyak perhatian dari negara. Sudah sewajarnya kami memberikan yang terbaik untuk bangsa ini.” (ren)