Pakar Hukum: Tahun 50-an, Tak Ada Hakim dan Jaksa Terima Suap
- ILC
VIVA – Pakar Hukum Pidana Andi Hamzah mengatakan, ada sejumlah faktor yang harus diperhatikan agar penegakan hukum benar-benar ideal. Yang pertama adalah perangkat hukum yakni UU dan turunannya yang harus dibuat tak tumpang tindih. Namun kondisi itu masih jauh dari ideal di Indonesia.
Kedua, penegak hukum harus independen sehingga tak melakukan sesuatu berdasarkan pengaruh dan imbalan tertentu. Ketiga yakni kesadaran masyarakat akan pentingnya penegakan hukum. Andi mengatakan, sayangnya dari kebiasaan saja, warga di Indonesia begitu gampang melanggar aturan. Anehnya sering tak ditindak.
"Misalnya saja kalau di Indonesia ini coba perhatikan jalan Margonda Raya di Depok, puluhan sepeda motor melawan arus, coba ke sana tiap hari, tidak diapa-apakan coba di Jepang salah parkir 5 menit, datang polisi," kata Andi Hamzah dalam acara Indonesia Lawyers Club atau ILC di tvOne dengan topik "Potret Hukum Indonesia 2019: Benarkah Tajam Sebelah?", Selasa, 12 Februari 2019.
Andi mengatakan, bahwa potret hukum di Indonesia saat ini memang buruk sekali. Dia mengaku sudah menjadi jaksa zaman Orde Lama maupun Orde Baru. Sebagai contoh, pada tahun 1950-an di Indonesia jaksa dan hakim jarang sekali menyandang gelar Sarjana Hukum namun tak ada yang terlibat suap walau gaji relatif kecil.
"Buruk sekali," kata Andi soal kondisi hukum terkini.
Andi tak menampik bahwa hal tersebut tak terlepas dari kurang independennya penegak hukum.
"Setahu saya tahun 50-an itu tidak seorang pun jaksa, hakim yang terima suap dan tidak sarjana hukum. Bukan sarjana hukum tapi penegak hukum berjalan mulus. Saya tak pernah tahu ada jaksa, hakim dan polisi terima suap." (mus)