Status Penanganan Erupsi Gunung Karangetang Naik Jadi Tanggap Darurat

Warga Kelurahan Paseng Sitaro mengungsi akibat erupsi Gunung Karangetang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Adwit B Pramono

VIVA – Pemerintah Kabupetan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) Sulawesi Utara meningkatkan status tanggap darurat erupsi Gunung Karangetang. Penetapan itu menyusul intensitas erupsi Gunung Karangetang dan tingkat ancaman yang muncul bagi masyarakat sekitar.

Tiga Gunung Api di Sulut Berstatus Siaga, Masyarakat Diwanti-wanti Radius Zona Bahaya

"Kami menetapkan status penanganan bencana tanggap darurat dari sebelumnya siaga darurat. Artinya, Pemkab Sitaro mengambil alih seluruh kegiatan penanganan bencana," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sitaro, Bob Wuaten dihubungi VIVA dari Manado, Jumat 8 Februari 2019.

Keputusan tersebut disampaikan dalam rapat bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Asisten I Pemkab Sitaro, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sitaro, Pemantau Gunung Karangetang, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Sitaro, TNI-Polri dan stakeholder terkait.

Gunung Karangetang Mengalami 10 Kali Gempa Embusan, Menurut PVMBG

"Sejak Kamis kemarin semua kegiatan penanganan bencana erupsi Karangetang akan dilaksanakan oleh komandan tanggap darurat yang akan dikomandani Kepala BPBD sebagai ex oficio dari Sekda Sitaro," katanya.

Ia mengatakan alasan utama dinaikkan status menjadi tanggap darurat karena tingkat ancaman dari erupsi gunung sudah melebar. Beberapa area yang harus disterilkan bertambah dari satu area menjadi tiga area, yaitu Batubulan, Kawahang, Dusun Beba dan Niambangeng.

Gunung Karangetang Berstatus Waspada, PVMBG Imbau Radius 1,5 Km Harus Steril dari Warga

"Dan ini sesuai rekomendasi tim yang terdiri dari PVMBG dan BNPB. Sehingga jadi dasar yang cukup untuk penetapan masa tanggap darurat," kata dia.

Ia mengatakan, ada tindakan tambahan yang akan dilakukan pasca dinaikkannya status tanggap darurat. "Rencana ada evakuasi lanjutan, terutama yang sudah siap terutama pengungsi di gedung gereja GMIST Nazareth Kawahang," jelasnya.

Memang, menurutnya, pengungsi yang berada di gereja memang masih aman dari jangkauan material guguran lava, tapi di Niambangeng dan Beba sudah berjarak sekitar 100 meter sehingga semua diungsikan di GMIST. "Namun kondisinya tidak memungkinkan jadi kami akan pindah ke lokasi yang lebih bagus tempatnya," katanya.

Ia mengatakan dengan penetapan status tanggap darurat maka ada perlakuan berbeda terhadap masyarakat. "Saat siaga darurat kita tidak bisa paksa seseorang untuk pindah dari satu lokasi yang dinyatakan daerah steril, tapi kalau sudah tanggap darurat upaya paksa bisa dilakukan karena di situ sudah ada ancaman nyata terhadap keselamatan atau jiwa dari masyarakat," ujarnya.

Sedangkan perlakuan lainnya masih sama dengan saat siaga darurat. Karena keadaan darurat itu ada tiga bagian siaga darurat sebelum atau berpotensi adanya bencana. Tanggap darurat sudah betul terjadi bencana dan darurat transisi setelah keadaan bencana terjadi.

"Sekarang kan bencana sudah nyata, bencana terjadi, sehingga kita sudah nyatakan sudah cukup untuk menetapkan tanggap darurat," ujar dia sembari menambahkan status tanggap darurat ini berlaku selama tujuh hari, namun bisa diperpanjang sesuai keperluan.

Radito Pramono Susilo, Kasubdit Penyiapan Sumberdaya BNPB menambahkan status penanggulangan bencana sudah dinaikkan menjadi tanggap darurat dengan pertimbangan situasi dan kondisi di lapangan membutuhkan peningkatan status.

"Bisa dilihat dari sudah terjadinya erupsi, sudah ada ancaman, evakuasi, sudah ada kerusakan, dan daerah terisolir," ujarnya.

Kehadiran BNPB untuk mendampingi pemda dalam pelaksanaan operasi penanganan darurat. "Apabila ada masukan yang sekiranya bisa bermanfaat dalam pelaksanaan operasi ini semoga bisa digunakan oleh BPBD dan pemda," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya