MLA RI-Swiss Terobosan Penegakan Hukum Kejahatan Luar Biasa
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA – Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menyambut positif ditandanganinya Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) antara Pemerintah RI dan Swiss di Bernerhof Bern.
Indriyanto menilai MLA tersebut sebagai terobosan bidang hukum pidana internasional, terutama mengenai kejahatan luar biasa lintas negara seperti penggelapan pajak, korupsi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Apalagi harus diakui, Swiss merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan penyimpanan aset-aset hasil dari kejahatan.
"Perjanjian MLA ini merupakan terobosan baru dalam bidang Hukum Pidana Internasional terhadap interstate extra ordinary crimes seperti korupsi, penggelapan pajak (tax fraud) dan TPPU," ujarnya kepada wartawan, Rabu, 6 Februari 2019.
Dengan perjanjian MLA ini, Indriyanto yang juga Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana itu menegaskan, aset atau harta ilegal yang diduga berasal dari kejahatan korupsi, penggelapan pajak maupun TPPU yang disimpan di Swiss dapat lebih transparan.Â
Dengan demikian, aparat penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat meminta otoritas Swiss untuk melakukan upaya paksa seperti pemblokiran, penyitaan maupun perampasan atas aset-aset tersebut.
"Jadi sudah tak ada tempat atau blackhole bagi kejahatan korupsi, pajak dan TPPU yang bersifat global crimes," ujar dia.
Untuk itu, Indriyanto mendorong DPR segera meratifikasi perjanjian MLA ini, sehingga aparat penegak hukum dapat menjalankan MLA tersebut.Â
"DPR RI harus mendukung program pemberantasan kejahatan luar biasa ini dengan meratifikasi perjanjian MLA ini," ujarnya.
Perjanjian MLA antara pemerintah Indonesia dan Swiss ini terdiri atas 39 pasal. Di antaranya mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.Â
Ruang lingkup bantuan hukum timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Perjanjian MLA ini juga dapat digunakan memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Indonesia memastikan warga negara atau badan hukum tidak melakukan kejahatan perpajakan.Â
Atas usulan RI, perjanjian ini juga menganut prinsip retroaktif. Prinsip itu memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Apalagi, Swiss sering kali diasumsikan sebagai salah satu negara tempat aman menyimpan aset hasil kejahatan dari negara lain termasuk Indonesia. (art)