Belasan Rumah Warga Mentawai Rusak Akibat Gempa 6,1 SR
- VIVA/Andri Mardiansyah
VIVA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat mencatat, sebanyak 11 rumah warga, satu gereja, dan satu sekolah yang ada di Bumi Sikerei itu rusak, akibat gempa bumi 6,1 Skala Richter yang terjadi pada Sabtu 2 Februari 2019. Meski demikian, dipastikan tidak ada korban jiwa yang timbul akibat bencana ini.
"Data sementara kita ada 11 rumah warga dan dua bangunan fasilitas umum yang rusak, dampak dari gempa kemarin. Tidak ada korban jiwa," kata Kepala Pelaksana BPBD, Mentawai, Nurdin, Senin 4 Februari 2019.
Nurdin menjelaskan, 11 rumah warga tersebut berada di perumahan di Desa Muara Taikako, Dusun Lajao Manai. Dengan rincian, empat di antaranya mengalami kerusakan yang cukup parah, bagian atas roboh.
Sementara itu, tujuh rumah lainnya mengalami retak dan masih layak huni. Untuk bangunan Gereja GKPM hanya patah bagian atasnya dan SD 02 Taikako mengalami rusak ringan.
Nurdin menegaskan, selain melakukan pendataan dampak yang timbul akibat lindu yang dirasa cukup kuat itu, pihaknya bersama dengan unsur Muspika Kecamatan Sikakap, juga memberikan motivasi kepada masyarakat agar tetap tenang dan selalu waspada.
Bagi rumah yang masih layak dihuni tetap ditempati. Sementara itu, bangunan sekolah yang mengalami kerusakan dianjurkan untuk segera dibuat pengajuan rehabilitasi ke dinas terkait.
"Kita minta masyarakat untuk tenang dan mewaspadai potensi gempa susulan," tutur Nurdin.
Berdasarkan hasil monitoring Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika hingga pukul 09.00 WIB, Minggu 3 Februari 2019, telah terjadi aktivitas gempa bumi susulan sebanyak 105 kali dengan rincian, enam kali gempa di atas 5 Skala Richter dan 99 kali di bawah 5 SR mengguncang Sumatera Barat. Pusatnya di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Menurut BMKG, gempa bumi dengan kedalaman kurang dari 30 kilometer itu termasuk dalam klasifikasi gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia tepatnya di zona Megathrust, yang merupakan zona subduksi lempeng yang berada di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera.
Ahli Geologi Sumatera Barat, Ade Edward berpendapat jika rentetan gempa bumi Megathrust bertipe slow earthquake itu (gempa yang dirasa mengayun), bisa saja mengganggu keseimbangan segmen-segmen patahan Megathrust yang berada di sekitar pusat gempa. Jika benar demikian, tidak menutup kemungkinan mengganggu stabilitas equilibrium (keseimbangan), sehingga terpicu untuk melepaskan kunciannya yang dapat menyebabkan terjadinya gempa susulan berikutnya.
"Yang dikhawatirkan, peningkatan itu mengganggu keseimbangan segmen-segmen patahan Megathrust yang berada di sekitar pusat gempa tadi," tutur Ade Edward. (art)