Menpora Berkelit soal Skandal Pemulusan Dana Hibah KONI
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA - Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, berkelit saat dikonfirmasi mengenai proposal dana hibah pihaknya kepada KONI yang saat ini tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa tersebut mengelak saat berulang kali ditanya wartawan apakah proposal hibah yang diajukan oleh KONI sudah dibacanya sebelum ia ditandatangani. Imam hanya mengklaim terdapat tim teknis di Kemenpora yang sudah membaca proposal tersebut dan mempelajarinya.
"Di situ semuanya sudah dilakukan oleh unit teknis," kata Imam usai diperiksa penyidik di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 24 Januari 2019.
Imam menuturkan, tiap proposal dana hibah yang diajukan ke institusinya, termasuk proposal dari KONI telah melalui proses pembelajaran dan verifikasi. Tapi, Imam menyebut hal itu tidak dilakukan olehnya sebagai Menpora dengan dalih masih ada tugas lainnya yang harus dilakukannya.
"Kalau tugas menteri itu kan tidak hanya soal proposal, tetapi banyak tugas-tugas lain, maka di situ ada namanya sekretaris ada di kementerian, deputi, asdep," kata Imam.
Meski begitu, Imam tetap mengklaim sudah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai aturan perundang-undangan. Walaupun KPK menemukan indikasi 'bancakan' dana itu sudah direncanakan sejak awal.
"Ada pembagian tugas yang jelas menurut undang-undang bahwa ada pengguna anggaran, ada kuasa pengguna anggaran dan tentu harus dipertanggungjawabkan dengan baik oleh penerima anggaran, penerima bantuan," kata Imam.
Dalam pemeriksaan ini, Imam mengungkapkan dicecar penyidik KPK soal tugas dan perannya sebagai Menpora. Termasuk mengenai mekanisme proposal dan penyaluran dana hibah dari KONI maupun unsur masyarakat lainnya.
"Saya jelaskan (ke KPK) tentang mekanisme setiap surat dan pengajuan yang bersumber dari masyarakat. Tentu saya menjelaskan semuanya bagaimana mekanismenya. Mekanisme itu harus mengikuti peraturan dan undang-undang serta mekanisme berlaku di setiap kelembagaan pemerintahan. Itu saya sampaikan juga bahwa semua pengajuan surat-surat itu pasti tercatat dengan baik di sekretariat an atau di bagian tata usaha," jelasnya.
Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa staf pribadi Menpora, Miftahul Ulum, dalam perkara ini. Lembaga antirasuah tersebut juga telah menggeledah ruang kerja Menpora beberapa waktu lalu.
Dari penyidikan sejauh ini, KPK sudah mengidentifikasi peruntukan dana hibah yang dikucurkan kepada KONI tersebut akan dipakai untuk pembiayaan Pengawasan serta Pendampingan atau Wasping atlet.
Dipaparkan Jubir KPK, Febri Diansyah, dana hibah dari Kemenpora itu dialokasikan KONI untuk penyusunan instrumen dan pengelolaan database berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi multi event internasional dan penyusunan instrumen evaluasi hasil monitoring dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019.
"Selain itu untuk penyusunan buku-buku pendukung Wasping Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional," kata Febri.
Meski begitu, sampai kini baru lima yang dijerat KPK. Mereka yakni diduga sebagai pemberi Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI, Jhonny E, Bendahara Umum KONI. Adapun diduga selaku penerima Mulyana, Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga, Adhi Purnomo selau PPK Kemenpora dan Eko Triyanto selaku staf Kemenpora.
Adhi Purnomo dan Eko Triyanto diduga terima pemberian sekurang-kurangnya Rp 318 juta dari pejabat KONI terkait hibah Pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.
KPK menduga, sebelumnya Mulyana juga telah terima pemberian-pemberian lainnya, yakni pada April 2018 menerima 1 unit mobil Toyota Fortuner, kemudian Juni 2018 menerima sebesar Rp 300 juta dari Jhony. Pada September 2018 menerima 1 unit smartphone Samsung Galaxy Note 9.
Diketahui, dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan adalah sebesar Rp17,9 miliar pada 2018 lalu, tapi KPK menduga bancakan ini telah direncanakan sejak awal. (ase)