Abu Bakar Ba'asyir Tolak Tandatangani Pernyataan Setia pada NKRI
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly mengungkapkan, terkait terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir, sebenarnya sudah bisa bebas pada Desember 2018 lalu.
Sebab, Ba'asyir telah menjalani 2/3 masa tahanan. Tetapi, Ba'asyir tidak mau, Ba'asyir juga tidak memenuhi salah satu syarat yang dianggap cukup penting.
"Menurut ketentuan yang sudah dilaluinya 2/3 (masa tahanan), seharusnya beliau kalau sudah memenuhi syarat, keluar 13 Desember yang lalu. Dalam proses sebelumnya, 13 Desember pun Dirjen PAS (Direktur Jenderal Pemasyarakatan) sudah melakukan persyaratan administratif yang dibutuhkan untuk itu," kata Yasonna di kantornya, Selasa malam, 22 Januari 2019
Yasonna mengatakan, Ba'asyir menolak menandatangani ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ba'asyir juga menolak mengakui kesalahannya.
"Jadi, kami masih melakukan kajian yang mendalam tentang aspek hukum, yang juga secara ideologi seperti apa, konsep NKRI-nya, keamanannya, dan lain-lain itu yang sekarang sedang digodok," ujarnya.
Sekadar informasi, pembebasan bersyarat bagi narapidana diatur dalam Pasal 82 Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) RI nomor 03 tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Pasal 84 juga mengatur lebih lanjut syarat tambahan bagi narapidana tindak pidana terorisme. Beberapa syaratnya antara lain:
A. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
B. Telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan;
C. Telah menjalani Asimilasi paling sedikit satu per dua dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan
D. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
1. Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi narapidana warga negara Indonesia; atau
2. Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana warga negara asing. (asp)