AJI Tuntut Jokowi Cabut Pemberian Grasi Untuk Pembunuh Wartawan
- Freepik
VIVA – Presiden RI Joko Widodo memberikan grasi terhadap I Nyoman Susrama yang merupakan terpidana kasus pembunuh wartawan Radar Bali, Jawa Pos Grup, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Langkah Jokowi ini dikritik oleh sejumlah pihak, salah satunya Aliansi Jurnalis Independen Denpasar.
Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika, mengatakan keputusan Jokowi merupakan langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers. Sebab, terungkapnya kasus pembunuhan terhadap AA Gde Bagus pada 2010 lalu sudah menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia, tetapi kenapa justru pelakunya diberi grasi.
"Vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap. Tapi Presiden saat ini memutuskan memberikan grasi, dari seumur hidup menjadi 20 tahun. Ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers," kata Nandhang dalam keterangan tertulisnya Selasa, 22 Januari 2019.
Menurut Nandhang, setelah 20 tahun nanti, bukan tak mungkin terpidana tersebut akan mendapat sejumlah remisi dan memiliki kemungkinan bebas bersyarat yang meringankan hukumannya. Maka dari itu. AJI Denpasar meminta pemerintah agar memikirkan secara cermat dalam pengambilan keputusan.
"Meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur UU. No. 22 Tahun 2002 dan perubahanya UU. No. 5 Tahun 2010 namun seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan," ujarnya.
Menurut Nandhang, AJI Denpasar sangat menyayangkan keputusan presiden. AJI berharap presiden berpikir ulang dan mencabut pemberian grasi tersebut.
"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," ujarnya.