Pengaruh Ba’asyir Disebut Redup Kecuali Satu Sel Teroris di Surabaya
- Facebook Habib Rizieq
VIVA – Pemerhati terorisme Al Chaidar menyebut Abu Bakar Ba’asyir adalah satu-satunya narapidana teroris dengan usia yang cukup tua di Indonesia. Ba’asyir pun masih dianggap sebagai tokoh yang karismatik bagi kalangan kelompok radikal.
Chaidar bahkan menyebut Ba’asyir masih berpengaruh pada jaringan lamanya, seperti Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dan Jamaah Ansharusy Syariah (JAS). Namun pengaruh itu tidak dalam pengertian dapat memberi perintah melainkan sebatas pemimpin spiritual.
“Jadi, hanya tausiah-tausiah saja, hanya wejangan yang bisa didengar. Tapi kalau yang sifatnya perintah, sudah tidak didengar lagi,” katanya saat ditemui di Depok, Jawa Barat, kemarin.
Sel teroris pada kelompok JAT dan JAS itu, kata Chaidar, sebetulnya hampir merata di Indonesia, meski paling kuat berada di Surabaya, kemudian Bekasi, Tanggerang, Cilacap, Bandung, dan Medan. Bahkan ada satu sel di Maluku Utara yang dianggap cukup besar dan tersebar di beberapa pulau di sana.
Di antara basis-basis kelompok JAT dan JAS yang masih menghormati Ba’asyir itu, menurutnya, sel tidur yang paling berbahaya di Surabaya. “Itu yang wajib diwaspadai, basis paling terkuat. Jumlahnya mungkin ada sekira 150 orang lagi yang siap tempur.”
Namun Chaidar meyakini aparat telah mengantisipasi pergerakan dari kelompok-kelompok itu. Dia bahkan memercayai pemerintah dan Polisi sudah mempertimbangkan pembebasan Ba’asyir dengan keberadaan kelompok-kelompok itu.
Anti-NKRI tapi bukan ISIS
Ba’asyir diyakini Chaidar sudah berubah cukup drastis, yang berarti tak seradikal dan seekstrem dahulu. Ba’asyir memang sempat berbaiat atau bergabung dengan ISIS tetapi kemudian keluar setelah JAT berselisih dan terbelah: satu faksi Jamaah Ansharu Daulah yang tetap mendukung ISIS dan faksi lain menjadi JAS yang anti-ISIS.
Ba’asyir kala itu bahkan sempat meninggalkan jamaah yang setia kepadanya, yakni JAS. “Itu berani dia tinggalkan demi bergabung bersama JAD. Nah, ketika dia masuk ISIS, akhirnya posisi dia di bawah Aman Abdurahman,” katanya.
Posisi itu dinilai cukup unik karena Ba’asyir jauh lebih senior dan berpengalaman daripada Aman. Ba’asyir lantas kembali ke JAS tetap menolak Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.
“Dia anti-NKRI yang sangat kuat. Kalau kembali ke ISIS sudah tidak, karena ISIS sendiri menganggap dia sebagai orang yang murtad. Ulama besar, kok, dibilang murtad. Ini kan aneh,” katanya.