Polemik Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, Jokowi Mesti Bicara
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, menjelaskan bahwa pembebasan terpidana terorisme, Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, masih perlu dipertimbangkan. Setidaknya, menepis kabar bahwa pengasuh Pondok Pesantren Ngruki Solo itu akan dibebaskan pekan ini.
Pengamat terorisme dan intelijen Harits Abu Ulya menilai, pernyataan Wiranto yang akan mempertimbangkan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir bisa jadi akan memunculkan dua persepsi. Pertama, bisa jadi pemerintah batal memberikan kebebasan kepada Ba'asyir. Kedua, pembebasan masih diulur sampai waktu yang tidak ditentukan.
"Ketiga, pemerintah berusaha mencari jalan tengah menimbang plus minusnya bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan rezim," kata Harits dalam keterangan persnya, Selasa, 22 Januari 2019.
Harits juga menilai, posisi Presiden Jokowi sangat problematik. Mengingat, yang pertama kali mengatakan pembebasan Ustaz ABB adalah Yusril Ihza Mahendra. Bisa jadi, kata dia, yang menjadi sasaran kemarahan adalah Yusril, mengingat ia tidak memiliki posisi apa pun di dalam pemerintahan saat ini.
Selain itu, Harits menilai bisa jadi kebijakan pembebasan ini blunder. Kalau dikaitkan dengan Pilpres 2019, Harits menilai justru bisa menggerus suara pendukung Jokowi sendiri.
"Perdebatan dan ketidakselarasan TKN Jokowi dengan rencana pembebasan Ustaz ABB menjadi indikasi kuat adanya irisan kepentingan Pilpres 2019 dengan pernyataan resmi pemerintah via Menko Polhukam," jelasnya.
Tekanan asing, menurut Harits, juga bisa berperan kuat. Terutama Amerika Serikat yang sangat konsen dengan persoalan terorisme. Australia, belakangan juga melayangkan protes keras terhadap keputusan pembebasan ABB itu. "Bisa jadi Indonesia takut dengan ragam sanksi atau embargo dari Amerika dan sekutunya," katanya.
Ia menilai, justru lebih baik kalau Presiden Jokowi langsung yang menyampaikan hal ini. Sebab, menurutnya, publik akan bisa memaklumi kalau akhirnya kebijakan pembebasan itu masih harus dipertimbangkan atau dikaji ulang.
Lebih dari itu, Harits menilai akan muncul beragam nalar yang liar terkait persoalan ABB ini. Bisa jadi, lanjut dia, ini adalah permainan politik tingkat tinggi.
"Akhirnya publik akan melihat bagaimana ending dari semua ini. Akankah rasa kemanusiaan dan atas nama kedaulatan NKRI dikalahkan oleh kepentingan politik pragmatis 2019, kepentingan kelompok opurtunis dan asing?" tutup Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu. (ase)