Polisi Beberkan Alasan Hentikan Kasus Pengusaha Gula
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) RI menanyakan keterlibatan masing-masing institusi yang diawasi; Polri dan Kejaksaan, dalam Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) kasus dugaan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terlapor Gunawan Jusuf yang merupakan bos Sugar Group Company atau Gulaku.
Keterangan kedua institusi dinilai penting untuk meluruskan sengkarut yang mengemuka, terkait dihentikannya kasus itu, dengan procedur yang dinilai banyak pihak ‘janggal’.
Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Zulkarnain mengingatkan, keduanya memiliki fungsi untuk mengawasi kinerja Polri dan Kejaksaan Agung.
“Ya komisi kepolisian, komisi kejaksaan (yang mengawasi),” ucap Zulkarnain kepada wartawan, Rabu, 16 Januari 2019.
Namun demikian, ada keterbatasan kedua institusi pengawasan itu. Diakuinya, menjadi persoalan sejauh mana Kompolnas dan Komjak bisa masuk dalam perkara yang ditangani baik oleh Polri maupun Kejaksaan.
Pria yang akrab disapa Zul ini menyinggung dikembalikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh Kejaksaan kepada BareskrimPolri dalam perkara tersebut. Menurutnya, selama ini yang dikembalikan oleh Kejaksaan kepada Polri adalah berkas perkara, bukan SPDP.
Diakui dia, jika memang SPDP tidak disertai dengan tindak lanjut pengiriman berkas, maka mungkin saja SPDP dikembalikan. Namun dia mengingatkan bahwa ketika SPDP dikeluarkan itu berarti sudah ada bukti yang cukup.
“Padahal SPDP itu keluar tentu sudah ada bukti yang cukup juga. Harus ada kejelasan,” kata Zul.
Dia berpendapat, tidak hanya Kompolnas dan Komjak RI saja, masyarakat pemerhati hukum yang merasa ada kejanggalan dalam perkara yang ditangani oleh lembaga penegak hukum, pun bisa melakukan praperadilan.
Termasuk menurutnya pihak pelapor yang merasa bahwa penanganan kasusnya ada yang janggal, atau laporannya dihentikan, juga dapat menempuh upaya praperadilan.
“Ya mungkin sudah dilakukan penyidikan, biasanya juga kalau dihentikan ya dia menyebutkan juga alasannya kenapa dihentikan, tidak cukup bukti misalnya. Kan sudah melalui proses pemeriksaan, tidak dihentikan serta merta begitu saja. Kalau surat perintah penyidikan saja belum dilakukan, ya itu enggak dihentikan namanya, itu didiamkan,” kata Zul.
Ditanyai apakah KPK bisa mengambil peranan dalam situasi seperti ini, Zul menyebut pengawasan KPK baru dapat dilakukan jika ada masyarakat yang melaporkan dugaan suap menyuap dalam penanganan perkara tersebut.
Terkait hal ini, Mabes Polri mengaku terbuka kepada siapapun yang ingin menanyakan penanganan kasus, terlebih Komisi III DPR RI yang berencana mengklarifikasi SP3 kasus dugaan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (SP3) Gunawan Jusuf oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim
“Pihak manapun apalagi DPR, masyarakat lapisan manapun yang meminta apa saja, klarifikasi apa saja kepada Kepolisian. Kepolisian siap untuk jelaskan itu,” kata Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal.
Yang jelas, sambung Iqbal, jika ada upaya Kepolisian dalam hal ini menerbitkan SP3 sudah sesuai prosedur dan tahapan yang dilalui seperti gelar perkara. Mantan Wakapolda Jawa Timur ini menjelaskan, terbitnya SP3 lantaran tidak ditemukannya cukup bukti dugaan tindak pidana.
“Itu (terbitnya SP3) sudah sesuai SOP,” ujarnya.
Surat Direktur Tipideksus tertanggal 14 Desember 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum disebutkan bahwa penyidikan terhadap perkara itu dihentikan demi hukum.
Surat bernomor B/279B/XII/RES.2.3/2018/Dit Tipidesksus itu, juga memuat alasan penghentian penyidikan adalah karena Nebis in idem dan Kedaluarsa. Padahal sebelumnya, polisi menyatakan akan mengejar bukti-bukti sampai ke luar negeri.
Dugaan penggelapan dan TPPU ini bermula ketika pelapor Toh Keng Siong menginvenstasikan dananya ke PT Makindo dengan Direktur Utama yakni Gunawan Jusuf. Sejak 1999 hingga 2002, total dana yang diinvestasikan dalam bentuk Time Deposit mencapai ratusan juta dolar AS dalam bentuk Time Deposit. Pengacara Toh Keh Siong, Denny Kailimang menduga Gunawan menggunakan dana pinjaman itu untuk membeli pabrik gula melalui lelang BPPN kemudian tidak mengembalikan uang tersebut hingga kini. (EP)