Jadi Panelis, KPK Pastikan Tak Hadiri Debat Capres
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memastikan tidak akan menghadiri debat calon presiden dan calon wakil presiden perdana pada 17 Januari 2019, meski masuk sebagai panelis.
"Kami sudah dari awal memberitahukan kepada KPU, pihak KPK tidak bisa hadir dalam acara debat," kata Agus dikonfirmasi awak media di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 16 Januari 2019.
Agus menegaskan, lembaganya tidak akan terlibat dalam ranah politik. Kelima pimpinan lembaga antirasuah itu pun sepakat menjaga independensi institusi.
"Kan waktu kita mau masuk banyak yang perdebatkan, jangan sampai kita masuk ranah politik," ujarnya.
Kendati demikian, KPK lanjut Agus, ikut menyusun sebuah pertanyaan yang nantinya harus dijawab oleh pasangan capres dan cawapres. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup lima hal.
"Cuma nanti yang keluar kan tidak tahu karena tiap sub seksi ada lima kan. Lima untuk hukum, lima soal terorisme, lima untuk korupsi, lima untuk masalah HAM. Yang keluar yang mana, kan tidak tahu. Tapi sudah dibagikan kalau tak salah," ujarnya.
KPK mengusulkan 10 poin untuk didebatkan dua pasang capres-cawapres, terkait pemberantasan serta pencegahan korupsi di Indonesia. Sepuluh poin tersebut, di antaranya adalah memperkuat landasan hukum pemberantasan korupsi ke depan melalui perubahan Undang Undang Tipikor.
Hal ini juga perlu dilakukan sesuai standar internasional sebagaimana UNCAC yang telah disahkan melalui UU No. 7 Tahun 2006.
Yakni, strategi pemberantasan korupsi dan fenomena korupsi pada sektor penegakan hukum, termasuk perhatian terhadap reformasi secara serius terhadap instansi penegak hukum; maraknya korupsi perizinan, khususnya perizinan sumber daya alam (tambang, hutan, perkebunan, perikanan) dengan segala dampak yang sangat merugikan masyarakat dan lingkungan.
Bagaimana strategi untuk melakukan penyelamatan pendapatan negara, dari perpajakan-Bea Cukai, royalti tambang, hutan, kebun, dan perikanan. Fenomena korupsi pada pengadaan infrastruktur besar dan pengadaan barang-jasa pemerintah; korupsi yang berhubungan dengan subsidi dan bantuan sosial, korupsi untuk pengisian jabatan promosi-mutasi di kementerian/lembaga dan pemda.
Selain itu, perbaikan sistem penggajian yang rasional dan tunggal untuk seluruh penyelenggara negara dan pegawai negeri (one salary system); pengaturan tentang pembatasan transaksi tunai; dukungan secara institusional terhadap KPK untuk memperkuat kantor regional KPK. Dan rasionalisasi kelembagaan pemerintah yang tumpang tindih. (art)