Logo BBC

Mengapa Semua Kasus Teror ke KPK Belum Terungkap?

Suasana rumah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif di Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu (9/1). - RENO ESNIR/ANTARA FOTO
Suasana rumah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif di Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu (9/1). - RENO ESNIR/ANTARA FOTO
Sumber :
  • bbc

Serangan di rumah Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Laode Muhammad Syarief menjadi teror kesembilan yang dialami pegawai, pejabat maupun pemimpin KPK.

Teror terbaru ini, menurut Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo adalah imbas dari tak pernah terselesaikannya kasus-kasus sebelumnya, seperti kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK, Novel Baswedan.

"Kami sudah memprediksi itu. Pasti kalau kasus Novel tidak terungkap, pasti mereka akan meneror terus," ungkap Yudi.

Hal serupa diutarakan pakar hukum dan HAM Bivitri Susanti. Anggota Dewan Pengurus Transparency International Indonesia ini juga berpendapat bahwa aksi teror yang menyasar pimpinan atau anggota KPK selama ini, bukan untuk "melenyapkan" mereka, namun untuk memberi pesan bahwa "apa yang mereka lakukan itu sudah mengganggu (jaringan koruptor) sehingga harus dihentikan."

Pesan lain yang ingin disampaikan lewat serangan di rumah dua pimpinan KPK itu menurut Yudi Purnomo adalah ""ketika Anda memberantas korupsi, resikonya bukan hanya Anda, tapi keluarga Anda", karena yang diserang adalah rumah."

" Dilakukan oleh profesional "

Yudi Purnomo juga memperkirakan bahwa serangan itu dilakukan oleh orang yang profesional.

"Kalau berdasarkan temuan Komnas HAM yang kemarin disampaikan terkait kasusnya bang Novel, memang pelaku-pelaku ini orangnya profesional, sistematis, terorganisir, jadi memang polisi kesulitan sekali mengungkapkan kasus ini karena orang-orang ini mampu menghilangkan jejak," ujar Yudi.

"Misalnya CCTV yang dipasang di seluruh tempat pimpinan dan pegawai KPK yang rawan diteror, mereka mampu mengelabui. Ataupun kayak di rumah Bang Afif, ketahuan orangnya, jelas, tapi ternyata tidak ketangkap. Sidik jari pun mereka tidak meninggalkan", paparnya.

Namun Yudi tak langsung menyimpulkan jika ada hubungan antara teror-teror sebelumnya dengan teror di rumah dua pemimpin KPK itu, meski ada pola-pola yang berulang.

"Misalnya ini pake bom. Yang dulu penyidik Afif juga diduga bom. (Pelaku) Novel ada dua orang. Ini di rumah Pak Syarif juga dua orang. Trus menggunakan motor," ungkap Yudi.

Mengapa tidak ada penyelesaian?

Selain teror ke rumah dua pimpinan KPK ini, teror-teror lain yang pernah dialami oleh anggota atau pimpinan KPK antara lain penyerbuan ke rumah aman KPK, ancaman bom ke pemimpin dan penyidik KPK, penyiraman air keras ke kendaraan milik penyidik serta pegawai KPK, perampasan perlengkapan milik penyidik KPK, penangkapan dan penculikan penyidik yang sedang bertugas.

Namun tak ada satupun dari kasus-kasus ini yang berhasil diselesaikan oleh KPK yang menimbulkan pertanyaan: Mengapa?

"Tidak salah ketika kita kemudian bertanya-tanya apa yang menyebabkan pihak kepolisian atau pihak-pihak lainnya tidak mau mengusut kasus-kasus seperti ini. Apakah mereka jadinya bisa dikaitkan atau berada di jejaring yang tidak suka dengan efektivitas kerja KPK? Tidak salah jika kita bertanya seperti itu," kata Bivitri Susanti.

Bivitri menyimpulkan bahwa apa yang harus dilakukan adalah untuk "mengusut tuntas" semua kasus terkait teror KPK.

"Karena kalau ini tidak diusut, mulai dari kasus Novel hingga kasus yang kemarin, teror-teror ini akan terus terjadi."

Polisi `Berkomitmen`

Juru bicara kepolisian RI, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa kesulitan setiap kasus itu berbeda-beda. Namun untuk kasus teror serangan yang terjadi di rumah dua pimpinan KPK pada Rabu (09/01) dini hari, kepolisian masih mendalaminya.

"Tetap komitmen kita, akan sesegera mungkin menuntaskan setiap kasus, bukan kasus ini saja, semuanya menjadi atensi dan semuanya memiliki tingkat yang sama, akan kita selesaikan setuntas-tuntasnya", kata Dedi Prasetyo kepada para wartawan dalam sebuah konferensi pers pada Kamis (10/01).

Sebuah bom palsu diletakkan di rumah Ketua KPK Agus Rahardjo di Kota Bekasi dan dua bom molotov dilemparkan ke rumah Laode Syarif di Kalibata, Jakarta Selatan. Kedua insiden itu terpaut beberapa jam.