Razia Buku: Mengapa Buku-buku Berhaluan Kiri Jadi Sasaran?
- VIVA/Andri Mardiansyah
Dalam putusan itu, ditulis juga bahwa penyitaan buku-buku sebagai salah satu barang cetakan tanpa melalui proses peradilan, sama saja dengan pengambilalihan hak pribadi secara sewenang-wenang yang dilarang Pasal 28H ayat 4 UUD 1945.
Menyoroti persoalan razia buku yang diduga berbau komunis, Airlangga memandang aksi ini seperti yang dilakukan Orde Baru yang menggunakan mekanisme kekuasaan untuk menghapus ingatan rakyat Indonesia terhadap sejarah negerinya sendiri.
"Pola-pola semacam ini yang masih terus terwariskan sampai saat ini dimana aparat itu kemudian melakukan sweeping dengan sewenang-wenang dan seringkali buku-buku itu tidak ada relevansinya dengan persoalan komunis," tukasnya.
Wabah Anti-Intelektual
Menurutnya, tindakan aparat dalam hal ini TNI dan Jaksa tidak bijak. Pasalnya, buku merupakan produk intelektual yang semestinya disikapi dan direspon dengan cara yang juga intelek.
"Kalau merespon dengan cara-cara ini (razia) artinya ada kemunkingan aparat ini punya sikap anti-intelektual dan ini bahaya untuk peradaban kita," tegasnya.
Di melanjutkan razia buku ini berrtentangan dengan semangat zaman yang semakin terbuka, dimana informasi dan akses internet sangat mudah didapat.
"Kalau buku cetakan disita, memang anak muda nggak bisa akses ke website yang menyediakan informasi yang serupa?," imbuhnya.
Senada, Airlangga Pribadi memandang laporan warga yang memicu razia ini didasari pada "ketakutan yang muncul dari ketidaktahuan".