Sumatera Barat Masih Minim Sirine Tsunami
- ANTARA FOTO
VIVA – Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, Erman Rahman mengatakan, bahwa Sumbar kekurangan sirene tsunami. Sumbar kata Erman, baru memiliki 106 sirene tsunami yang tersebar di tujuh daerah yang bersanding langsung dengan Samudera Hindia, yakni Kabupaten Pesisir Selatan, Pasaman Barat, Padang Pariaman, Agam, Kepulauan Mentawai, Kota Padang, dan Padang Pariaman.
"Idealnya, Sumbar itu memiliki 600 sirene. Kita baru punya 106 yang dikelola oleh BPBD provinsi, kota, BMKG, atau Pemprov Sumbar, padahal Sumbar ini supermaket bencana," kata Erman Rahman, Sabtu 5 Januari 2018.
Bahkan kata Erman, dari jumlah 106 sirene itu, 40 persen di antaranya mengalami kerusakan, karena komponennya hilang dicuri. Erman menegaskan, jika pihaknya pada tahun ini akan melakukan revitalisasi sirene dan penambahan fasilitas lain seperti CCTV di sejumlah pusat keramaian, terutama di tepi pantai.
Mengingat Sumbar juga merupakan "supermaketnya bencana", maka revitalisasi infrastruktur kebencanaan seperti sirene, CCTV, hingga alat pengukur muka air laut (tide gauge), sangatlah penting, apalagi lebih dari satu juta penduduk Sumbar ini hidup di kawasan pesisir pantai.
Menurut Erman, revitalisasi infrastruktur kebencanaan ini juga penting dilakukan mengingat adanya tren penambahan jumlah kejadian gempa bumi di Sumatera Barat sepanjang 2018. Sumbar mau tak mau harus menyiapkan diri.
"Kita juga menggandeng Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumatra Barat guna menyusun proposal revitalisasi infrastruktur kebencanaan untuk kemudian dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)," ujar Erman.
Erman juga menjelaskan, sebagai bentuk antisipasi, pihaknya juga sudah meminta Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk berbagi data terkini perihal, tinggi muka air laut dengan Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BPBD Sumbar. Yang mana, selama ini, data data itu hanya dikirim ke server di BIG Pusat sebelum dibagikan kepada InaTEWS oleh BMKG.
Sumbar berada dalam ancaman gempa darat dan laut
Sebelumnya, Peneliti Sejarah Kegempaan Sumatera Barat, Yose Hendra mengatakan, Sumbar merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi kekayaan yang sangat luar biasa. Baik dari sisi keindahan alam, kuliner hingga seni dan budaya.
Gugusan Bukit Barisan yang membentang dari Aceh hingga Teluk Betung, Lampung berpusat di Sumatera Barat. Lekuk dan ceruk-ceruk dalam dan sempit membentuk lembah dan ngarai-ngarai yang menawan seperti, Ngarai Sianok, Lembah Harau, Lembah Anai, Silokek, dan Ngalau.
Namun, siapa sangka, di balik keindahan alam itu, Sumatera Barat bak api dalam sekam. Pada tanahnya mendekam Patahan Sumatera atau Patahan Semangko yang sangat aktif. Selain itu, pada lautnya di sisi barat yang menyimpan sejuta keindahan dan keanekaragaman bahari, juga bersemayam Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang terus berdenyut.
Sewaktu-waktu, dengan waktu dan episentrum yang tidak bisa ditebak, lempeng tersebut akan melepas kuncian, bergerak mengeluarkan energi melahirkan guncangan yang secara jamak disebut dengan Lindu.
"Sumatera Barat adalah salah satu daerah rawan bencana gempa. Topografisnya berbukit dan berlembah yang dihuni oleh beberapa gunung api aktif seperti Gunung Marapi, Gunung Talang, dan Gunung Tandikek. Kondisi ini menjadikan wilayah Sumatra Barat sering diguncang letusan gunung api yang kadang diikuti lindu pula," kata Yose.
Yose menjelaskan, hasil riset para ahli kegempaan menyebutkan, Sumatera Barat, merupakan bagian integral Indonesia, terletak di kawasan yang dinamakan "Pacific Ring of Fire", yaitu sebuah zona di mana sangat sering terjadi gempa bumi dan meletusnya gunung berapi.
Lebih dari 90 persen gempa bumi yang terjadi di dunia, dan sekitar 81 persen gempa berkategori kuat terjadi di zona ini. Berada di simpul seismik dunia, setidaknya ada dua sumber besar gempa bumi yang berada di perut bumi Sumatera Barat atau sekitarnya. Pertama, gempa bumi yang bersumber dari peristiwa subduksi yang terjadi ketika akibat tabrakan atau pertemuan dua lempeng samudera Indo-Australia dan lempeng Eurasia.
"Sejumlah ahli menyebutkan, proses subduksi akan terus berproses, sehingga gempa bumi pun akan terus berlangsung. Hal inilah yang menjadi sumber gempa yang juga bisa memicu tsunami." (mus)