Buku PKI Dirazia, Rektor UIN Surabaya: Sama Saja dengan Orba
- istimewa
VIVA – Razia ratusan buku yang dicurigai berkonten propaganda PKI oleh aparat gabungan di Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada Rabu, 26 Desember 2018, mendapatkan respons dari kalangan akademisi. Bahkan, dari sudut pandang akademik, ada yang berpendapat penindakan itu mirip seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
"Tidak perlu ada ketakutan terhadap munculnya buku-buku (bertema) PKI. (Kalau takut), apa bedanya kita dengan Orba (orde baru)," kata Rektor Universitas Islam Negeri atau UIN Sunan Ampel Surabaya, Masdar Hilmy, kepada VIVA pada Jumat, 28 Desember 2018.
"Kan begitu zaman Orba, tidak ada pengadilan tahu-tahu eksekusi, begitu saja. Tidak ada hak pembelaan, tahu-tahu sidak gitu aja, kepung gitu aja, tidak punya kesempatan untuk berargumen. Nah, itu sama dengan kembalinya otoritarianisme seperti zaman Orba. Jadi, sudahlah, (Orba) itu masa lalu, enggak boleh terjadi lagi," ujar Masdar.
Mestinya, lanjut Guru Besar bidang Sosiologi itu, aparat melakukan pengkajian dan investigasi terlebih dahulu terhadap buku atau naskah akademik yang dicurigai terlarang sebelum melakukan tindakan pengamanan atau penyitaan. Jika memang hasil pengkajian memenuhi prinsip pelarangan, baru penindakan dilakukan.
"Menurut saya, tidak ada alasan seseorang mengamankan sesuatu yang tidak tahu argumennya. Dilihat dulu, dong, diinvestigasi, bukan sekadar dari segi konten materinya, tetapi juga dari segi konteks dan modus operandinya seperti apa. Nah, konteksnya konteks sekarang, kan, rawan. Modus operandinya, apakah ada pihak-pihak yang bias," kata Masdar.
Kolumnis yang menyelesaikan Magister di Institut Studi Islam, Universitas McGill, Kanada, itu berpendapat, secara akademik kekhawatiran akan bangkitnya komunisme dan PKI sulit dipertanggungjawabkan. "Karena negara ini sekarang sudah sangat terbuka, akuntabel, dari mana dia (PKI) mau menguasai," tandas Masdar.
"Kalau misalnya bangkit, dia akan diuji oleh pasar, akan diuji oleh Hukum Darwin. Kalau memang gagasan-gagasannya itu masuk dan layak untuk diikuti, pasti bisa berkembang, kalau tidak, pasti kecil. Mungkin ada, mau di bunuh dan dikerangkeng pun, pasti akan ada orang yang mengamini. Tetapi tidak sesederhana itu," katanya.
Menurut Masdar, buku-buku kiri sebaiknya tidak disikapi dengan pemberangusan. "Kalau bisa malah suruh baca, suruh belajar. Buku-bukunya Tan Malaka dan yang berhaluan kiri, misalnya, biar generasi muda ngerti dan melek, tidak benar-benar phobia, tidak sebentar-sebentar takut, sebentar-sebentar menutup diri dan tidak membuka wawasan," ucapnya.
Masdar menyadari ada kekhawatiran di tengah masyarakat terutama para orang tua yang takut anaknya terpapar paham yang dianggap berbahaya. Namun itu bisa diatasi dengan memberikan perimbangan pemikiran dan gagasan yang lain. "Kita lihat secara jernih saja," tandasnya.
Saat ini, kasus itu ditangani pihak Kejaksaan Kediri. Tim dibentuk oleh pihak terkait setempat untuk dikaji isi sebetulnya dari buku-buku yang diamankan. "Dari situ nanti ada kesimpulan, langsung dikirim ke kantor pusat (Kejagung), pusat nanti memberi petunjuk apakah diamankan untuk dimusnahkan," kata Asisten Intelijen Kejati Jatim, Bambang Gunawan.