Sensor Gempa BMKG Catat Getaran Tanah Saat Krakatau Erupsi

Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu, 23 Desember 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat

VIVA – Sumber dentuman yang akhir-akhir ini terdengar oleh warga Banten Lampung dan Sumatra Selatan ternyata memang bersumber akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Petugas Pos Pemantau Gunung Krakatau juga telah memastikan hal ini.

Fenomena Aneh Benda Putih Mengambang dari Langit di Kalteng, Begini Penjelasan BMKG

Menurut Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, sampai saat ini erupsi Gunung Anak Krakatau memang masih terjadi dengan diiringi suara gemuruh yang keras.

Suara dentuman bahkan terdengar hingga sampai beberapa daerah diakibatkan arah angin yang sedang mengarah ke daerah tertentu. Daerah itu tentu akan mendengar suara dentuman lebih jelas.

Waspada! BMKG Prediksi Hujan di Sebagian Besar Wilayah Indonesia, Selasa 12 November 2024

Menariknya saat muncul suara dentuman tersebut, sensor gempa BMKG juga mencatat getaran tanah. Sebagai contoh adalah suara dentuman yang terdengar oleh petugas BMKG Stasiun Geofisika Liwa pada tanggal 25 Desember 2018 sekitar pukul 22.00 WIB dan pada tanggal 26 Desember 2018 pada pukul 20.40 WIB.

"Kedua kejadian dentuman ini tercatat dengan baik oleh sensor seismik BMKG yang berada di Liwa," kata Daryono.

Brigadir Jenderal Carla River Kenang Bantuan Militer AS untuk Aceh Pasca Tsunami 2004

Gunung Anak Krakatau aktif kembali dan memasuki fase erupsi sejak Juli 2018. Erupsi berupa letusan-letusan strombolian yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar dan aliran lava pijar yang dominan mengarah ke tenggara. Erupsi yang berlangsung fluktuatif.

Pada 22 Desember lalu terjadi erupsi namun tercatat skala kecil, jika dibandingkan dengan erupsi periode September-Oktober 2018. Hasil analisis citra satelit diketahui lereng barat daya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut. Inilah kemungkinan yang memicu terjadinya tsunami.

Kemudian saat itu pula, diamati adanya letusan tipe Surtseyan yaitu aliran lava atau magma yang keluar kontak langsung dengan air laut. Hal ini berarti debit volume magma yang dikeluarkan meningkat dan lubang kawah membesar.

Kemungkinan terdapat lubang kawah baru yang dekat dengan ketinggian air laut. Sejak itulah letusan  berlangsung tanpa jeda. Gelegar suara letusan terdengar beberapa kali per menit. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM terus meningkatkan status Anak Krakatau dari level II (waspada) menjadi level III (siaga).

Status itu terhitung sejak Kamis, 27 Desember 2018, pukul 06.00 WIB. Selain itu, zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer. Sebanyak 991 warga Pulau Sebesi, Lampung Selatan, pulau terdekat dengan Gunung Anak Krakatau, dievakuasi menggunakan kapal RoRo menuju Pelabuhan Bakauheni. Mereka akan dibawa ke posko pengungsian di Kalianda, Lampung.

Masyarakat diminta menggunakan masker dan tetap tenang dan tetap melanjutkan aktivitasnya masing-masing. (oya)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya