Tsunami Anyer Akibat Erupsi Anak Gunung Krakatau
- Yandi Deslatama
VIVA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memastikan tsunami yang terjadi di wilayah sekitar Selat Sunda akibat erupsi Gunung Anak Gunung Krakatau. Akibat erupsi diduga lereng Anak Gunung Krakatau mengalami longsor sehingga memicu gelombang besar tsunami.
Memang diakui Kepala BMKG Dwikorita dalam keterangannya, Minggu 23 Desember 2018, BMKG memerlukan waktu untuk menganalis apakah air yang meluap ke daratan akibat gelombang pasang seperti fenomena setiap bulan purnama, atau akibat tsunami. Sehingga BMKG mengumpulkan informasi dan analisis karena ada beberapa hal yang terjadi dalam waktu bersamaan.
Menurutnya, BMKG menganalisa kondisi yang terjadi dalam rentang waktu Jumat 21 Desember 2018 hingga Minggu 23 Desember 2018. Pada 21 Desember 2018, kata dia, kondisi yang terjadi masih diyakini sebagai fenomena geologi dan geofisika.
Pada Sabtu 22 Desember 2018, pukul 13.51 WIB, Badan Geologi telah mengumumkan terjadi erupsi Anak Gunung Krakatau dengan level waspada. Kemudian BMKG juga mengumumkan peringatan potensi gelombang tinggi di perairan Selat Sunda antara 21-25 Desember 2018.
"Ini dua hal berbeda tapi terjadi di tempat yang sama dalam waktu bersamaan. Tanggal 22 Desember, antara pukul 21.00-23.00 WIB, tim BMKG yang berada di perairan Selat Sunda melakukan uji coba instrumen, dan terverifikasi ada hujan lebat, gelombang tinggi dan angin kencang," kata Dwikorita.
Namun yang terjadi pada Sabtu 22 Desember 2018, pukul 21.03 WIB, Badan Geologi mengumumkan erupsi Anak Gunung Krakatau."Pada puul 21.27 WIB, data yang terekam di BMKG menunjukkan ada kenakan permukaan air pantai," kata dia.
BMKG juga menuturkan, pola tsunami yang terjadi di Selat Sunda in mirip dengan pola di Palu. Diduga akibat longsor lereng anak gunung akibat aktivitas vulkanik. Dimana terjadi dalam waktu cepat.