Kisah Pedagang Sayur jadi 'Pelopor' Pencegahan Perkawinan Anak
- bbc
"Ada juga yang melawan, bilang `kenapa kau cegah (anakku untuk menikah)? Itu kan bukan anakmu sendiri. Anakku, masa depan anakku ada di saya`."
Tapi ia tidak menyerah. Indotang tetap membujuk para ibu untuk memikirkan nasib anak-anak mereka. "Jangan kayak begitu, bu. Jangan kayak berpasrah, kasihan anak."
Jerih payah Indotang tak sia-sia. Lima tahun ia bergelut memperjuangkan hak anak dengan mencegah perkawinan usia anak berbuah manis.
Dalam pengamatannya, angka perkawinan anak di daerahnya mulai menurun sejak 2016.
"Bahkan saya berhasil mempengaruhi si anak ini, `jangan mau dikawinkan sama mama`. Dampaknya, masyarakat terutama yang ibu-ibu dan anak mulai mengerti, terbuka sudah pikirannya," ungkap Indotang tersenyum.
`Hambatannya justru KUA dan pengadilan agama`
Upaya seperti Indotang yang berusaha menekan angka perkawinan anak juga dilakukan pemuda 17 tahun asal Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, bernama Dewa Sukma Trinanda Adhytia.
Siswa SMA tersebut memang aktif dalam berbagai organisasi dan dalam kampanye sosial, yang digunakan untuk menyebarluaskan advokasi tersebut.
"Saya mengajak seluruh organisasi yang saya ikuti, contohnya seperti Insan Genre Bondowoso, kemudian PIK-R (Pusat Informasi Konseling Remaja), Green Generation. Kemudian saya juga menggandeng organisasi-organisasi remaja, contohnya seperti Duta Wisata, Mister Teen indonesia, dan sebagainya," kata Dewa kepada BBC Indonesia di kesempatan yang sama.
"Jadi, di sana, (saya gunakan) untuk menyebarkan apa saja dampak apabila anak melakukan pernikahan anak, pernikahan dini khususnya."
Seperti Indotang, keprihatinan Dewa akan kasus pernikahan anak bermula dari pengalamannya sendiri.