KPK Sebut 5 Proyek Infrastruktur di Jakarta Tersangkut Korupsi
- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi menduga lima proyek di Jakarta bermasalah kasus korupsi. Lima proyek tersebut yakni proyek normalisasi Kali Pesanggaran Paket 1, proyek jalan layang non-tol Antasari-Blok M, proyek flyover Tubagus Angke, proyek Kanal Banjir Timur atau BKT dan proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1.Â
"Proyek BKT ini yang paket 22, kalau proyek jalan layang non-tol Antasari-Blok M itu paket Lapangan Mabak," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Senin, 17 Desember 2018.
Lima proyek itu dikerjakan oleh PT Waskita Karya. KPK menduga ada pembayaran fiktif terhadap 4 perusahaan sub-kontraktor atas proyek-proyek tersebut.
"Empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak," kata Agus.
Selain lima proyek tersebut, Waskita Karya juga diduga telah membayar fiktif kepada empat perusahaan terkait sembilan proyek lainnya.Â
Proyek-proyek tersebut yakni proyek normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Bandara Udara Kuala Namu, Sumatera Utara, proyek bendungan Jati Gede, Sumedang, Jabar, proyek PLTA Genyem, Papua, proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) seksi 1, Jawa Barat, proyek flyover Merak-Balaraja, Banten, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa paket 4, Bali, dan proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Atas kasus itu, KPK menetapkan Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011-2013, Fathor Rachman, dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014, Yuly Ariandi Siregar, sebagai tersangka.Â
Agus menjelaskan, Fathor dan Yuly menunjuk beberapa subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan Waskita Karya.
Atas subkontraktor pekerjaan fiktif itu, PT Wakita Karya kemudian melakukan pembayaran terhadap perusahaan subkontraktor tersebut.
"Namun, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan FR dan YAS," kata Agus.Â
Dari perhitungan sementara berkoordinasi dengan BPK, ungkap Agus, setidaknya negara mengalami kerugian Rp186 miliar.
Â