MUI Nilai Putusan MK Soal Batas Usia Perkawinan Berpotensi Polemik
- VIVA/Anwar Sadat
VIVA – Majelis Ulama Indonesia mengaku akan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Khususnya terkait batas usia perkawinan anak.
"Putusan ini berpotensi menimbulkan polemik karena menyangkut hal yang sangat sensitif," ujar Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA di Jakarta, Sabtu, 15 Desember 2018.
Untuk itu, MUI akan membentuk sebuah tim yang akan melakukan penelitian dan pengkajian terhadap putusan tersebut. Pada saatnya nanti MUI akan memberikan pendapat dan pandangan secara konprehensif.
Zainut juga mengingatkan, kepada semua pihak bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bagi umat Islam bukan hanya sekadar mengatur norma hukum positif dalam perkawinan. Tetapi juga mengatur sah dan tidaknya sebuah pernikahan menurut ajaran agama Islam.
"UU tersebut memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi dan ikatan emosional dengan umat Islam. Sehingga kami mengimbau kepada semua pihak untuk bersikap arif dan berhati-hati jika berniat untuk mengubahnya," katanya.
Dengan demikian, MUI khawatir meskipun putusan MK mengamanatkan untuk melakukan perubahan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, nantinya akan diserahkan melalui mekanisme pembahasan di DPR paling lambat 3 tahun sejak putusan diketok dan hanya dibatasi terhadap pasal 7 ayat (1) saja.
Namun, pada prakteknya begitu masuk menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan diusulkan dalam bentuk Rancangan Undang-undang (RUU), DPR bisa saja membuka ruang untuk mengubah dan membongkar pasal-pasal lainnya.
"Jika hal itu terjadi berarti putusan MK hanya dijadikan pintu masuk untuk mengamandemen UU No 1 Tahun 1974 secara keseluruhannya," ujarnya.
Zainut berpandangan bahwa UU itu, meskipun usianya sudah cukup tua tetapi masih relevan untuk tetap diberlakukan. Sehingga tidak perlu ada revisi atau perubahan.