Gunung Ungaran, Novel Kenangan Terakhir NH Dini Sebelum Berpulang
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA – Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin, novelis legendaris yang telah malang melintang dalam dunia kesusastraan Indonesia itu kini berpulang ke sisi Tuhan. NH Dini, nama populernya meninggal di usia 82 tahun akibat kecelakaan di jalan tol Kota Semarang pada Selasa, 4 Desember 2018.
Selama hidupnya, sosok Dini dikenal sebagai seniman lintas zaman yang karyanya tak pernah lekang waktu. Di usianya yang lebih dari 80 tahun, Dini masih aktif menulis dan terus memberikan sumbangsih pemikirannya bagi dunia kesusastraan Tanah Air.
Karya novel terbaru Dini berjudul 'Gunung Ungaran: Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya' yang diterbitkan Media Pressido, Yogyakarta 2018. Novel seniman kelahiran Semarang, 29 Februari 1939, yang diluncurkan pada Maret 2018 lalu, rupanya merupakan novel kenangan dalam tulisan terakhir Dini.
Goresan tintanya yang ke 15 itu, diketahui berisi otobiografi Dini. Karya itu seoalah menjadi pesan tersendiri sebelum beliau akhirnya berpulang. Gunung Ungaran; seperti dalam judul yang dipilih merupakan gunung indah di Kabupaten Semarang begitu merekam segudang kenangan baginya.
Bahkan sejak remaja saat mulai gemar menulis, Dini sudah mengenal Ungaran. Meski telah malang melintang berpindah ke kota lain hingga luar negeri, dia memilih di kaki Gunung Ungaran pula, dia memutuskan tetap tinggal di Wisma Lansia Harapan Asri Banyumanik.
"Wong urip iku mung mampir ngombe (orang itu ibarat hanya singgah untuk minum. Semua di dunia ini tidak ada yag abadi. Dengan bertambahya usia, berpikir praktis yang didasari kegunaan sesuatu barang lebih menguasai kepalaku daripada kehendak memiliki " tulis NH Dini dikutip dari isi novel setebal 408 halaman itu.
Ketua Lesbumi Nahdhatul Ulama Jawa Tengah, Lukni Maulana mengatakan, kenangan terakhir bertemu Dini saat meluncurkan novel 'Gunung Ungaran'. Dalam novel otobiografi itu, Lukni menilai jika Dini merupakan seniman perempuan yang memiliki kepekaan tajam dalam menguraikan apa yang terjadi di sekitar lingkungannya.
"Untaian wawasan estetika dalam karyanya mengatakan bahwa penciptaan karya bukan semata-mata bersifat simbolis, akan tetapi suatu cara berhubungan dengan alam seisinya hingga puncak transendental yakni berhubungan dengan sang Illahi," tutur pria yang rutin menulis sajak itu.
Berpulangnya Dini, menurut seniman NU itu menjadi duka mendalam, khususnya bagi dunia kesusastraan nasional. Ia berharap semangat pantang menyerah dalam menjalani kehidupan bisa menjadi teladan bagi generasi muda.
"Dunia pun mengakuinya ketokohannya sebagai sastrawan wanita yang memiliki kemampuan bercerita yang detail dan tangguh, " tutur dia. (ren)