Menristek Wacanakan Kurangi Beban SKS Perguruan Tinggi
- VIVA.co.id/ Dwi Royanto (Semarang)
VIVA – Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, Muhammad Nasir mewacanakan kebijakan pengurangan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) mahasiswa perguruan tinggi. Kebijakan itu diambil lantaran jumlah SKS pada perkuliahan selama ini dinilai terlalu banyak dan membebani mahasiswa.
Kini, Nasir mengungkapkan, pengurangan beban SKS di perguruan tinggi masih dikaji secara mendalam di eselon I Kemenristekdikti. Kajian juga dengan masukan-masukan dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
"Saya ingin melontarkan ini (pengurangan beban SKS) berkali-kali agar semuanya memahami kenyataan yang sesungguhnya. Karena kalau kita tidak kompetitif nyatanya daya saing kita sangat rendah," ujar Nasir di Semarang, Jumat, 30 November 2018.
Wacana pengurangan beban SKS, lanjut Nasir, berdasarkan beberapa pertimbangan. Di luar negeri untuk menjadi seorang undergraduate, mahasiswa hanya butuh 120 SKS. Sementara itu, di Indonesia saat ini cukup banyak yakni 140 lebih SKS.
"Jadi S1 tapi diakui undergraduate kalau di luar negeri, tidak pernah diakui sebagai master. Diploma mereka hanya 90-100 SKS. Nah, makanya di kita mau kita tata ulang. Kemungkinan ada perubahan (kurangi SKS), " ujarnya.
Pertimbangan lain, pengurangan SKS di level perguruan tinggi juga untuk meringankan beban mahasiswa. Jika jumlah SKS terlalu banyak, mahasiswa akan dibebani jumlah mata kuliah terlalu banyak serta tidak fokus.
Beban SKS terlalu banyak, menurut Nasir, juga berdampak dari sisi pembiayaan. Selain itu, akan berimplikasi pada kebutuhan jumlah dosen yang terlalu banyak. Karena itu, wacana tersebut masih terus dikampanyekan Nasir setiap kali mendatangi perguruan tinggi.
"Jadi semua itu pasti akan memengaruhi (belajar di kampus) makanya bagaimana itu bisa diminimalisir," ujar mantan rektor Undip Semarang itu.