Kriteria Masjid Radikal Versi P3M
- ILC tvOne
VIVA – Dewan Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Agus Muhammad menyebut lembaganya melakukan riset di 100 masjid di lingkungan pemerintah, yakni di kementerian, lembaga dan BUMN, terkait penyebaran radikalisme.
Ada 100 orang relawan yang disebar oleh P3M untuk mendengarkan ceramah-ceramah di masjid-masjid pemerintah. Para relawan diminta merekam ceramah, mengambil video ceramah dan mengambil dokumentasi selebaran bahan bacaan serta buletin yang ada di masjid. Ada sebanyak 357 rekaman yang dikumpulkan relawan sebagai bahan telaah hasil riset.
"Nah, hasil dari relawan dikompilasi, dianalisis 5 orang expert yang memang mempelajari itu," kata Agus Muhammad dalam program ILC, 27 November 2018.
Terkait definisi Radikal dalam hasil riset tersebut, Agus mengklasifikasikan dengan radikal rendah, sedang dan tinggi. Sedangkan penilaian didasarkan pada lima kriteria ceramah di masjid pemerintah. Pertama, bagaimana sikap penceramah terhadap konsensus nasional (Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika); Kedua, bagaimana sikap terhadap pemimpin nonmuslim.
Ketiga, bagaimana sikap mereka terhadap agama yang lain; Keempat, bagaimana sikap mereka kepada kelompok minoritas, dan kelima, bagaimana sikap mereka terhadap pemimpin perempuan.
"Kalau negatif itu yang kita anggap sebagai sebagai radikal, semakin negatif maka semakin tinggi. Jadi lima hal itu yang ingin kita lihat," ujarnya.
Agus menambahkan, kategori ceramah radikal rendah seperti sikap mereka yang bisa menerima pemimpin nonmuslim tapi dengan terpaksa. Kemudian radikal sedang, mereka setuju tidak boleh nonmuslim menjadi pemimpin. Sedangkan radikal tinggi, sudah pada tahap memprovokasi untuk memengaruhi dan menolak pemimpin nonmuslim.
P3M sendiri lanjut Agus, menyadari ada perdebatan soal definisi 'radikal' yang mereka rilis sebagai hasil studi. Namun, P3M kata Agus, memaknai radikal sebagai upaya melakukan perubahan dengan mengabaikan dua hal, yakni kelompok yang berbeda dan konstitusi.
"Radikal kami maknai dua aspek, kalau vertikal itu maknai hubungan dengan negara dan hubungan horizontal dengan masyarakat, kami maknai intoleransi," tegasnya.