Anak-anak Korban Gempa dan Tsunami Palu yang 'Kembali dari Ajal'
- bbc
Awalnya ia tidak mengenalinya.
"Dia di depan saya, tapi saya tidak tahu karena sudah ada darah, lumpur, sempet nangis, sempet saya lihat. Siapa ini? Lalu pada adik saya, saya bilang, cari dulu iparmu. Dia bilang, `itu, sambil menunjuknya," katanya.
"Ini yang menangis, rambutnya seperti supermi campur lumpur dan darah. Saya langsung angkat. Saya pikir, jangan sampai dia kehabisan darah karena waktu itu darahnya sudah seperti kecap. Jadi satu motor kita bonceng dua ke rumah sakit."
Susila Rahmatia sudah cemas bahwa anaknya tewas digulung tsunami. - BBC
Berita hilangnya Jumadil, akhirnya sampai kepada Susi Rahmatia, ibunya yang kebetulan sedang berada di rumah di ketinggian, saat gempa dan tsunami terjadi.
"Saya pikir dia sama neneknya, anak ini main pasir di pinggir pantai, tapi saya pikir juga dia dibawa lari oleh mamak saya, lari sampai malam ke atas gunung," katanya.
Sorenya, katanya, "oom saya datang kasih kabar banyak mayat anak-anak di anjungan. Saya menangis, saya pikir anak saya sudah mati dihantam ombak."
"Malam itu bapaknya langsung mencari turun ke laut, dia menemukan beberapa anak kecil seumuran anak kami, dia menangis. Kemudian dia ke rumah sakit, cari-cari mayat, ada mayat masuk cari lagi, tapi Jumadil ada juga."
Pagi harinya, Asmudin, sang kakek, bergabung dalam upaya pencarian itu.
"Udara di sekitar pesisir masih ada bau mayat. Saya coba cari di daerah-daerah bertebing di bawah reruntuhan. Saya keliling-keliling, tidak pakai sandal, terus saja mencari," kata Asmudin.
Ratusan anak terpisah dari orang tua mereka -sebagian bisa dipertemukan lagi. - SOPA Images
Dari kantong jenazah ke kantong jenazah
Keluarga Fikri -bocah yang berusia tujuh tahun di awal cerita kita ini- juga putus asa mencari buah hati mereka.
Neneknya, Selfi Salilama, mengatakan mereka cemas bahwa Fikri sudah mati, jadi korban tsunami yang begitu dahsyat.
"Di rumah sakit kami membuka-buka kantong-kantong jenazah yang berisi jasad anak-anak," katanya.
"Kami ke rumah sakit Bhayangkara, membuka-buka jenazah satu persatu. Tapi sambil cemas sih, wah jangan-jangan jenazahnya ada di sini. Kebetulan ada anak kecil seperti Fikri juga. Ya Allah, dikuatkanlah, ternyata bukan. Dan setiap kali berharap jasad itu bukan Fikri."
Mereka malah menemukan jenazah kakek Fikri.
"Kami hampir yakin bahwa kami telah kehilangan dia. Kami tahu kakak laki-lakinya yang berumur 10 tahun telah meninggal. Tetapi di lubuk hati, ada sedikit harapan bahwa mungkin Fikri berhasil lari waktu itu. Jadi kita berdoa semoga kita menemukan dalam keadaan hidup."
Orang tua nun jauh di sana
Orang tua Fikri sendiri, tinggal dan bekerja di Gorontalo, yang jaraknya sekitar 600 kilometer.
Jalur komunikasi lumpuh, mengakibatkan Selfi tidak bisa menghubungi mereka. Di sisi lain, dia juga sedikit takut untuk memberi tahu mereka.