KPK Wanti-wanti Pengadaan Kartu Nikah Jangan Dikorupsi seperti E-KTP
- VIVA/Zahrul Darmawan
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi mewanti-wanti agar pengadaan pengadaan kartu nikah oleh Kementerian Agama tidak dikorupsi seperti halnya KTP elektronik atau e-KTP. Komisi antirasuah tersebut meminta publik ikut mengawasi proyek itu.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengoreksi kesalahpahaman sebagian kalangan tentang peringatan agar proyek bertujuan baik itu tercoreng perilaku korupsi kelak. Hal yang dimaksud KPK sebetulnya peringatan dini, bukan menengarai ada potensi korupsi dalam pengadaan kartu nikah.
"Jadi, yang saya ingin katakan jangan sampai itu (korupsi) terjadi. Orang menyamakan ini karena kebetulan ada kasus e-KTP, terus sekarang (kartu nikah) hampir sama, elektronik juga. Bukan ada potensi, lho, jangan salah,” katanya kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, pada Jumat, 23 November 2018.
Basaria menyambut baik prakarsa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam program kartu nikah itu. Niatnya, katanya, tentu untuk meningkatkan pelayanan kepada publik; sistem elektronik atau terkomputerisasi akan memudahkan pelayanan.
"Tapi," kata Basaria, "di dalam pelaksanaannya bisa saja ada pihak-pihak tertentu yang mencari keuntungan. Nah, ini yang harus dijaga. Saya ajak ibu-ibunya (kaum ibu pegawai/birokrat Kementerian Agama) menjaga bapak-bapaknya.”
Program SPAK
Salah satu antisipasi atau pencegahan korupsi adalah dengan penyuluhan dan sosialisasi di tingkat birokrasi Kementerian Agama. Program bertajuk Saya Perempuan Anti-Korupsi atau yang disebut SPAK itu dinilai ampuh mencegah perilaku manipulatif.
Program Saya Perempuan Anti-Korupsi yang diresmikan saat itu, menurut Basaria, bagian dari ikhtiar pencegahan korupsi. Sikap atau semangat antikorupsi harus dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu rumah-tangga. Contoh saja, kalangan ibu dapat mengingatkan suaminya yang menjabat aparatur pemerintah untuk menolak hadiah yang dapat dianggap sebagai gratifikasi.
"Dalam hatimu ada contoh yang kecil mulai dari hal tidak mau menerima gratifikasi, dalam pelaksanaan ini, secara otomatis mereka akan bisa mengawasi. Tidak harus selalu menangkap, paling tidak mengingatkan apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh,” katanya.
Bukan demi pemilu
Menteri Lukman Hakim juga menegaskan, penerbitan kartu nikah bukan untuk mengganti sistem buku nikah, apalagi terkait dengan proyek akhir tahun maupun kepentingan pemilu.
“Ini pertanyaan yang selalu diulang, dan saya merasa sudah berkali-kali mengatakan, bahwa terbitnya kartu nikah bukan untuk mengganti buku nikah. Buku nikah akan tetap ada, karena itu adalah dokumen resmi, terkait dengan status pernikahan harus dicatat oleh negara,” katanya.
Kartu nikah adalah konsekuesni kebijakan Kementerian Agama menerapkan sistem informasi manajemen berupa aplikasi nikah berbasis online. Kartu nikah sekadar alat yang memuat informasi berbasis online, menggunakan kode khusus untuk memudahkan identifikasi status pernikahan seseorang.
Itu bagian upaya Kementerian Agama membenahi sistem pendataan. “Ini penting dilakukan karena sekarang ini kita terus menemui adanya pemalsuan buku nikah. Dan cara kita untuk menanggulangi ini adalah agar setiap buku nikah yang resmi itu bisa dikontrol dengan mudah,” ujarnya.
Atas dasar itulah diperlukan sistem informasi manajemen yang teraplikasi sekaligus terintegrasi dengan data kependudukan dan catatan sipil Kementerian Dalam Negeri. “Jadi, enggak ada urusannya dengan menghabiskan anggaran akhir tahun, enggak ada hubungannya dengan ini proyek yang mengada-ada, apalagi dikaitkan dengan pilpres. Tidak sama sekali, tidak ada urusannya dengan itu,” katanya.