Perda-perda yang 'Diskriminatif' Menurut Komnas Perempuan
- VIVA/Muhamad Solihin
"Kemendagri harusnya tegas, bagaimana mungkin ruang privat diintervensi negara dalam bentuk aturan tata busana?" ujarnya.
Persoalan lain, menurut Robert, Kementerian Dalam Negeri tidak memiliki instrumen penilaian dalam mengawasi peraturan daerah berbau agama. Kemendagri justru menilai keberadaan perda seperti itu sebagai kearifan lokal. Padahal sejak Mahkamah Konstitusi (MK) menghilangkan kewenangan pemerintah pusat membatalkan perda, Kemendagri harus jeli mengawasi proses pembentukan suatu peraturan daerah.
"Sampai hari ini Kemendagri tidak punya tools untuk monitoring perda tentang agama. Lain kalau perda retribusi, ada instrumennya. Jadi memang Kemendagri ini super lemah."
Hal lain yang menjadi kritiknya adalah pemahaman kepala daerah yang keliru dalam memandang otonomi daerah.
Endi mengatakan otonomi daerah diberikan karena menghargai keberagaman tiap-tiap daerah dan kepala daerah diharapkan dapat memberikan kebijakan yang melindungi kelompok marjinal.
"Jadi ada pemahaman tentang otonomi daerah yang cekak dan sempit di kepala daerah dan yang terjadi sekarang adalah pelembagaan diskriminasi oleh negara lewat perda dimana kelompok minoritas didiskriminasi, dan kelompok mayoritas difavoriti," ungkapnya.