Ketika Mahasiswa Singapura Ingin Merasakan Kecopetan

Kepadatan penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Duri, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Perguruan tinggi di Singapura, semakin membuka diri untuk menjalin kerja sama tidak hanya dengan unversitas negeri, namun juga dengan kampus swasta di Indonesia. Alasannya, tentu saja ingin mengenal lebih dekat tentang keberagaman bangsa ini. Salah satu kampus dalam negeri yang kian kental menjajaki kedekatan itu adalah Universitas Pancasila atau UP.

Tergerus Digitalisasi dan Tren Teknologi, Mahasiswa yang Pengin Jadi Akuntan Kian Merosot

Di balik kemitraan antarkedua belah pihak, ternyata ada satu cerita yang tak terlupakan. Kampus tersebut sempat dipandang sebelah mata oleh salah satu perguruan tinggi terkemuka di negara tersebut. Kisah itu diungkapkan mantan rektor UP, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan UP, Prof Edie Toet Hendratno

Pria yang akrab disapa Edie ini mengatakan, ketika ia baru diangkat menjadi rektor pada 2004 lalu, Ia mendatangi beberapa universitas di Singapura, namun kedatangan Edie kala itu hanya dipandang sebelah mata.

Serangan Phising Kian Marak, Mahasiswa Hingga Dosen Dibekali Ini Buat Hadapi Ancaman Siber

"Saya keki juga waktu itu, mereka kok begitu percaya diri, arogan gitulah. Tetapi, mereka memang tidak memberi respons. Nah, belakangan ini akhirnya kami sudah menjalin kerja sama dengan Singapore Universiti of Social Sciences (SUSS), semacam sekolah ilmu sosialnya Singapura," katanya pada wartawan Rabu 14 November 2018

Edie mengatakan, universitas di Singapura sedikit, tidak sampai 10 namun semua dibiayai negara dan berkualitas, dan SUSS ini merupakan bagian dari Singapura Management Unversity.

BEM SI Siap Gelar Aksi Tolak Kenaikan PPN 12 Persen

"Nah, sekarang kok mereka tertarik untuk mau datang ke Indonesia, ternyata mereka mengakui, kebetulan yang tandatangan MoU saya dan dekan. Mereka sadar kalau tidak tahu apa-apa tentang Indonesia, kurang sekali pemahaman aturan hukum, kultur, politik, norma-norma sosial masyarakat Indonesia," jelasnya

Dari sederet keingintahuan itu, lanjut Edie, ada pemikiran yang cukup ekstrem ingin dilakukan para civitas dari negeri tetangga tersebut, yakni dengan sistem pertukaran mahasiswa. "Ya, bahkan sempat sampai ada yang ekstrem, ingin dibawa ke tempat-tempat yang rawan, kecopetan seperti itulah. Mereka bilang, enggak apa-apa katanya ingin cari pengalaman, ingin berdesakan di pasar dan sebagainya. Diterjunkan anak-anak (mahasiswa) itu supaya bisa mengenal Indonesia," ungkapnya.

Selain itu, bentuk kerja sama lainnya adalah mereka ingin melihat sistem ekonomi UMKM di negeri ini. "Nah, kami sudah menyiapkan diri untuk itu semua. Kita sudah berpengalaman dengan mahasiwa asing, tidak ada masalah. Satu-satunya masalah cuma kena penyakit asma, yakni asmara. Anak-anak kita kan cantik-cantik," kata Edie disambut tawa sejumlah tamu yang hadir

Namun, karena mahasiwa yang nanti dikirim ke Singapura membawa citra baik kampus, maka hanya mahasiswa dan mahasiswi terpilihlah yang akan dikirimkan. "Yang berangkat ke sana dipilih, dites, termasuk psikotes, dan syukurlah sampai ke tahun 12 ini saya tidak pernah dengar masalah," katanya

Lebih lanjut, Edie mengatakan, sering beberapa unversitas dalam negeri yang juga melakukan tanda tangan MoU, namun realisasinya tidak ada. Tetapi, Unversitas Pancasila memanfaatkan betul kesempatan itu dan menjaga hubungan baik itu.

"Sekarang ada dubes kita alumni UP, kita katakan bahwa kami juga akan melakukan survei mendalam yang meneliti tentang ketenagakerjaan, disana kan banyak TKI dan masalahnya tak sedikit. Itu yang akan kami lakukan riset dengan fakultas hukum kita," timpalnya lagi.

Mencetak jiwa Pancasila

Kemarin, UP meluluskan sebanyak 1.753 wisudawan/wati dari jenjang pendidikan vokasi sampai dengan doktor yang terdiri dari tujuh fakultas dan sekolah pasca sarjana.

Terkait hal itu, Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono mengatakan, nilai-nilai luhur Pancasila diharapkan dapat diimplementasikan oleh para wisudawan dalam berbagai aspek kehidupan, baik di lingkungan, keluarga, tempat kerja maupun lingkungan lainnya.

"Sejak didirikan pada 28 Oktober 1966, Universitas Pancasila sampai saat ini telah meluluskan sekitar 60.000 ahli madya, profesi dan sarjana dari berbagai strata dan berbagai program studi," katanya

Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila, Siswono Yudo Husodo menambahkan, para wisudawan dapat menunjukkan prestasinya di masyarakat seperti yang telah ditunjukkan wisudawan-wisudawan sebelumnya.

"Belajar tidak hanya di bangku kuliah, tetapi yang utama adalah hidup dan berkarya untuk masyarakat yang merupakan proses yang tidak pernah berakhir," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya