Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional
VIVAnews - Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional.
Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian Bogor sirna gara-gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang 0,26.
Siti yang mengambil jurusan IPA meraih angka ujian nasional 4,00. Sementara standar kelulusan minimal meraih nilai 4,26. "Saya jatuh di nilai Matematika, untuk Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris 8 semua," ujarnya.
Siti berkisah, sebelum ujian, ia sudah dinyatakan lolos seleksi sebagai mahasiswa Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Siti selalu menduduki peringkat satu atau juara umum sejak duduk di bangku kelas 1 di Perguruan Rakyat II Jakarta Timur. "Saya seperti dijegal ujian nasional," ujarnya.
Pengalaman serupa dialami Indah, mantan siswa SMA PSKD 7 Jakarta. Ia juga dinyatakan tak lulus gara-gara nilainya kurang 0,26. Seperti Siti, Indah juga gagal di mata pelajaran Matematika. "Saya sedih, karena nilai-nilai saya selama tiga tahun sekolah seperti diabaikan," ujar Indah.
Indah yang tergabung dalam Forum Korban UN, mengisahkan, seorang kawannya harus kehilangan beasiswa ke luar negeri gara-gara gagal di ujian nasional. "Namanya Melati, dia sampai nangis-nangis," ujar Indah.
Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, mengatakan, ujian nasional mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional. "UN hanyalah kebijakan yang menghina intelegensi anak didik," katanya.
Darmaningtyas juga mengkritik penetapan standar kelulusan yang hanya didasarkan pada mata pelajaran tertentu, seperti jurusan IPA di tingkat SMA yang hanya melibatkan Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sebagai standar kelulusan.
Padahal banyak peserta didik yang memiliki prestasi di luar mata pelajaran yang ditentukan dalam ujian nasional. Seperti Rusti Setiyati, mantan siswi SMAN I Setu, Kabupaten Bekasi, yang kehilangan kesempatan kuliah di Universitas Negeri Jakarta gara-gara tak lulus ujian nasional.
Padahal sebelum ujian, Rusti telah dinyatakan lulus ujian seleksi PMDK di kampus tersebut. Ia diterima sebagai calon mahasiswa UNJ atas sejumlah medali emas yang diraihnya di bilang olahraga lari.