Cerita Pilu Pengungsi Gempa Lombok Jalan Kaki 2 Km Cari Air Bersih
- VIVA.co.id/Satria Zulfikar
VIVA – Bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah lebih dari tiga bulan melanda. Sebagian masyarakat yang masih tinggal di hunian sementara kini mulai kesulitan air bersih.
Kelangkaan ini diakibatkan beberapa sumber mata air menghilang pasca gempa susulan beberapa waktu lalu. Hal ini diperparah karena musim penghujan yang tak kunjung datang.
Seorang perempuan warga Desa Selengan, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Mahnun, mengungkapkan, pascagempa beberapa mata air dan pipa yang mengalirkan air sudah kering. Hal ini membuat mereka harus mencari air ke lokasi mata air yang jaraknya cukup jauh.
“Kalau saya tidak kuat untuk angkut air, anak dan suami saya yang angkut air. Kurang lebih dua kilo mereka jalan,” ungkapnya, Jumat, 2 November 2018.
Kini sumber mata air menjadi rebutan. Namun, sumber itu tak lagi mengeluarkan air yang begitu banyak. Karena musim hujan yang diharapkan warga tak kunjung datang.
Sebelumnya, warga menikmati beberapa sumbangan air dari para donatur yang datang ke desa mereka. Namun, karena jumlah penduduk hampir 230 kepala keluarga, mengakibatkan pembagian air pun terbatas. Air yang datang hanya digunakan untuk minum, memasak, dan mencuci piring.
“Sumur sudah pada kering. Air botolan dari sumbangan juga sudah habis. Bagaimana kita mau mandi, untuk minum saja masih seadanya,” tuturnya.
Kekeringan ini tak hanya dirasakan warga yang berada di Kecamatan Kayangan. Namun, juga warga yang berada di Kecamatan Bayan. Tepatnya di Desa Sambik Elen, Lombok Utara.
Di desa dengan 250 lebih kepala keluarga ini, kini kesulitan mendapatkan air. Meski sebelumnya sudah ada pipa yang terpasang dari mata air dari kaki Gunung Rinjani.
“Kemarin sudah tertimbun longsor. Jadi pipa sudah putus sehingga air tak mengalir lagi, kalau mata airnya sih masih ada,” ujar Jayadi, salah seorang tokoh pemuda di Dusun Lekok, Desa Sambik Elen.
Jayadi mengungkapkan, untuk memperoleh air, warga harus menempuh perjalanan 3,5 kilometer. Karena lokasi mata air berada di perbukitan dengan jalur yang menanjak.
Dengan keadaan tersebut, dia berharap baik kepada pemerintah atau NGO agar bisa menyediakan pipa bagi masyarakat. “Kami hanya butuh itu saja. Kalau memasangnya, kami sudah paham medan. Meski melewati bukit yang terjal. Insya Allah bisa terpasang,” tuturnya.
Seorang Tim Recovery Aksi Cepat Tanggap (ACT), Muhammad Ikhsan yang turun langsung di dua lokasi mengatakan, kondisi mata air di Lombok utara sangat sulit. Hal ini berbeda dengan waktu sebelum gempa, di mana air berlimpah dan warga bisa memperoleh air dengan mudah.
“Di Sambik Jengkel saja, kita sudah upayakan sumur bor dalam. Sampai saat ini kita sudah menggali dengan kedalaman 40 meter. Namun belum memperoleh air,” katanya.
Dengan keadaan seperti ini, Ikhsan merasa prihatin. Namun dirinya tak patah arang, Tim ACT masih melakukan penggalian dan berharap akan ada air di sumur bor tersebut.
Sementara itu, di Kecamatan Bayan, ACT memprogramkan pemasangan pipa, dengan satu unit penampungan air yang luasnya 15 meter persegi. Penampungan ini akan dialiri langsung dari mata air kemudian disalurkan ke rumah-rumah warga.
“Sebenarnya masih banyak lokasi kekeringan yang belum bisa kami atasi. Karena keterbatasan dana kami. Oleh karena itu, kami harapkan dari semua pihak untuk sama-sama terlibat membantu masyarakat Lombok,” tuturnya.