Eks Menhub soal Insiden Lion Air: Pesawat dan Pilot Harus Bersenyawa

Jusman Syafii Djamal mantan Menteri Perhubungan
Sumber :
  • ILC tvOne

VIVA – Menteri Perhubungan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jusman Syafii Djamal, menjelaskan kemungkinan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkalpinang di Perairan Karawang, Jawa Barat, pada Senin pagi, 29 Oktober 2018. Bisa saja terjadi ketidaksenyawaan antara pilot dengan pesawat yang dikendalikan.

Jadi Wakil Ketua MPR, Rusdi Kirana Tak Mau Sibuk Urus Lion Group Lagi

“Yang menarik pertanyaan kita tentang mengapa pesawat terbang yang paling canggih, Boeing 737 MAX 8, dikendalikan oleh pilot yang secara akumulatif memiliki jam terbang sebelas ribu, yaitu enam ribu jam terbang kapten pilot dan lima ribu jam terbang kopilot, itu suatu kombinasi yang sebetulnya kecil kemungkinan ada accident,” kata Jusman dalam Indonesia Lawyers Club di tvOne pada Selasa malam, 30 Oktober 2018.

Tetapi yang terjadi sebaliknya. Pesawat nahas itu jatuh beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Pertanyaan yang penting diinvestigasi ialah saat pilot meminta izin untuk kembali ke bandara semula atau return to base atau RTB.

Boeing Ngaku Salah Terkait Kecelakaan Lion Air, Kemenhub Bilang Begini

“Pilot mengatakan RTB setelah tinggal landas. Artinya, kita akan menanti bahwa menit kelima dia akan melakukan permintaan itu, karena izinnya sudah diberikan. Tapi ternyata pilot tidak melakukan itu,” ujar Jusman.

Pilot, katanya, tetap mengarah pada jalur menuju Pangkalpinang. “Jadi timbul pertanyaan, apakah pilot dan kopilot itu mengubah decision making process-nya, itu tidak bisa kita menjawab sebelum ditemukan black box-nya. Bisa juga terjadi pilot dan kopilot sudah mengambil posisi untuk RTB tapi dia tidak mampu. Kenapa, karena bisa jadi pesawat itu seolah-olah mengendalikan dirinya sendiri,” katanya.

Alami Delay, Penumpang Maskapai Lion Air Kehilangan Barang Bawaan Hingga Rp40 Juta

Jika kemungkinan yang kedua terjadi, Jusman mengatakan bahwa itulah yang disebut dengan problem digitilasasi di dunia penerbangan. “Kadang-kadang kesenyawaan antara pilot dengan pesawatnya itu lepas. Karena memang pesawat ini sebetulnya adalah, yang sering kita lupa, menggunakan istilah 737 MAX kita beranggapan bahwa dia sama dengan 737 yang sebelumnya kita miliki,” ujar mantan Komisaris Utama Garuda Indonesia itu.

Padahal bisa jadi tingkah laku dari pesawat yang nahas itu berbeda dengan pesawat generasi sebelumnya. “Mengapa, karena memang pesawat 737 MAX ini didesain dan dirancang oleh Boeing untuk berkompetisi dengan saingan terdekat, yaitu Airbus A320 Neo. Jadi, satu-satunya lompatan yang harus dilakukan oleh Boeing adalah dia harus menghilangkan konservatisme mereka pada cara mendesain pesawat terbang,” katanya.

“Yang ingin saya sampaikan bahwa kita memasuki era di mana pesawat terbang yang kita lihat sama bentuknya itu memiliki tingkah laku yang sama sekali dikendalikan oleh computer system. Sementara cara kita berpikir analog. Karena itu, kita mulai harus meningkatkan training supaya terjadi kesenyawaan lebih antara yang kita kendalikan (pesawat) dengan pengendalinya. Jadi, training kepada pilot harus lebih banyak,” katanya menguraikan.

“Kemudian training kepada maintenance juga harus lebih banyak, supaya dia tidak hanya melihat yang kasat mata,” ujar Jusman. (ren)

Lion Parcel [dok. Humas Lion Parcel]

Lion Parcel Beberkan 5 Jurus Kirim Barang Aman dan Efisien Pakai COD Ongkir

Peningkatan tren belanja online dan digitalisasi membuat semakin beragamnya metode pembayaran.

img_title
VIVA.co.id
28 Oktober 2024