Pesawat Mutakhir Terkomputerisasi Tak Jamin Keselamatan Menyeluruh
- Istimewa
VIVA – Seorang pilot senior, Stephanus GR, mengkritik pesawat dengan teknologi canggih seperti halnya pesawat nahas Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Pesawat yang jatuh itu adalah B737 Max 8, yang merupakan salah satu produk anyar Boeing.
"Saya sampai geleng-geleng kepala. Karena pesawat sangat baru. Bukan hanya baru secara fisik, model baru, instrumen perawatan paling mutakhir, full performance. Itu istimewa," kata Stephanus dalam forum Indonesia Lawyers Club di tvOne pada Selasa, 30 Oktober 2018.
Pesawat secanggih yang dijelaskan itu, katanya, tentu sudah dilengkapi peralatan serba komputer yang pada intinya meningkatkan keselamatan penerbangan, bukan malah sebaliknya. Tapi ia mempertanyakan kenapa justru kecelakaan pesawat malah terjadi.
Ia menceritakan bahwa era komputerisasi pesawat terjadi di awal 1960-1970. Hampir semua tugas pilot diserahkan kepada komputer atau disebut komputerisasi.
"Faktanya decreasing, berkurangnya kecelakaan tak menjamin. Belum tentu. Kecelakaan pesawat Lion Air, Air Asia, itu pesawat-pesawat canggih (yang) bisa rem sendiri, mendarat sendiri, dengan catatan semua berjalan dengan keadaan normal," kata Stephanus.
Namun ketika ada sedikit kekeliruan pada pesawat yang dilengkapi sistem komputer maka menjadi masalah. Sebab komputer justru membingungkan pilot, terutama pilot yang baru menerbangkan pesawat itu. Mereka tetap butuh waktu untuk adaptasi atau pengenalan.
Ia menegaskan, ketika terjadi masalah pada pesawat, lebih percaya pada penerbangan manual. "Lebih safe atau gimana. Fakta mengatakan itu,” ujarnya. (ren)