Dikonfrontir Polisi, Dahnil Anzar: Pertanyaannya Seolah Kami Tersangka
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
VIVA – Koordinator Juru Bicara Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak merasa pertanyaan penyidik dalam pemeriksaan dirinya kembali sebagai saksi kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoax dengan tersangka Ratna Sarumpaet seolah-olah dirinya tersangka.
"Apalagi kami berulang kali dipanggil dan bagi kami pertanyaannya enggak substantif dan mengarah pada seolah-olah kami ini tersangka dan kami enggak paham sama sekali," ujar dia di Mapolda Metro Jaya, Jumat 26 Oktober 2018.
Dahnil meminta polisi tak melakukan hal-hal seperti itu dan bekerja dengan profesional. Dia mengatakan, jika tidak profesional tentu polisi akan mengecewakan banyak pihak.
"Ya pokoknya seolah-olah kami yang mau dicari-cari gitu," katanya.
Sementara itu, Hendarsam Marantoko mewakili ketiga saksi yang diperiksa hari ini, yakni Dahnil, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, juga Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Nanik S Deyang pun merasa penyidik melontarkan pertanyaan yang tendensius. Pertanyaan dari penyidik dirasa membuat kurang nyaman ketiganya.
"Ini harusnya dari sudut pandang kami melihatnya pertanyaan saksi cuman rasa tersangka. Nah ini yang menurut kami kurang tepat sehingga akhirnya klien kami mengonfirmasi kepada kami, apakah hal tersebut dibenarkan atau tidak. Saya melihat secara norma itu harusnya tidak seperti itu," kata Hendarsam.
"Bahwa di beberapa perkara, aktivis-aktivis yang sudah terkena, kami ambil contoh masalah Ahmad Dhani yang terkena kemarin seperti itu. Kami rasa juga itu dipaksakan," ucapnya lagi.
Dalam kasus penyebaran berita bohong atau hoax, Ratna Sarumpaet sudah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. Ratna ditangkap polisi, Kamis 4 Oktober 2018 malam di Bandara Soekarno-Hatta saat hendak bertolak ke Santiago, Chile.
Ratna ditangkap atas kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoax terkait penganiayaan terhadapnya. Aktivis kemanusiaan itu disangkakan dengan Pasal 14 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 jo Pasal 45 Undang Undang ITE. Atas kasus tersebut, Ratna terancam 10 tahun penjara.