Hakim Pengadilan Tinggi Medan Tetap Vonis Meliana 18 Bulan Penjara
- VIVA.co.id/ Putra Nasution (Medan)
VIVA – Perjuangan hukum yang dilakukan Meiliana, terdakwa penodaan agama, di tingkat banding kandas. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan tetap menjatuhkan hukuman kepada wanita berusia 44 tahun itu 18 bulan penjara.
Majelis hakim terdiri dari ketua Daliun Sailan, dan dua anggotanya, Prasetyo Ibnu Asmara dan Ahmad Adrianda Patria. Dalam amar putusannya menyebutkan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan penistaan agama, dengan memprotes suara azan yang berujung kerusuhan di Kota Tanjungbalai, 2016 lalu.
Putusan di tingkat banding itu digelar di ruang utama di Pengadilan Tinggi Medan di Jalan Ngumban Surbakti, Medan, Kamis sore, 25 Oktober 2018.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyebutkan terdakwa telah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dengan Pasal 156A KUHPidana.
“Tadi saudara-saudara sudah mendengar apa yang menjadi putusan majelis hakim. Putusan yang telah diucapkan tadi adalah majelis hakim tingkat banding sependapat dengan apa yang telah diputuskan oleh majelis hakim tingkat pertama,” ujar Humas PT Medan, Adi Sutrisno kepada wartawan, usai sidang.
Vonis itu sesuai dengan putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Medan, beberapa waktu lalu. Adi mengungkapkan, putusan pengadilan tingkat pertama sudah sesuai dengan fakta hukum di persidangan sebelumnya.
Putusan yang diterima Meiliana dinilai sudah memenuhi rasa keadilan terdakwa dan masyarakat. Jika tidak menerima putusan itu, Adi menyebutkan, masih ada kesempatan bagi terdakwa dan kuasa hukumnya untuk mengajukan kasasi di Mahkamah Agung.
“Jadi intinya adalah majelis hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yaitu Pengadilan Negeri Medan. Yakni (terdakwa Meiliana) dinyatakan bersalah melakukan penodaan agama, kemudian dipidana dengan pidana 1,5 tahun atau 1 tahun 6 bulan penjara,” ujar Adi.
Sementara itu, penasihat hukum Meiliana, Josua Rumahorbo, menyatakan pihaknya masih harus berkoordinasi dengan Meiliana untuk memutuskan menempuh upaya kasasi atau tidak. “Jadi kami untuk melakukan upaya hukum, kita koordinasi dulu dengan Meiliana,” ujarnya.
Untuk diketahui, perkara Meiliana ini dibawa ke pengadilan menyusul kerusuhan SARA di Tanjung Balai sekitar 2 tahun lalu. Meiliana didakwa telah melakukan penodaan agama yang memicu kejadian itu.
Berdasarkan dakwaan, perkara ini bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, Jumat pagi, 22 Juli 2016, lalu. Dia meminta kepada tetangganya untuk menyampaikan ke pengurus masjid agar mengecilkan suara azan lantaran bising.
Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat Isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf. Namun kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat menjadi ramai. Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat. Sekitar pukul 23.00 WIB, warga semakin ramai dan berteriak.
Bukan hanya itu, warga mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng, serta sejumlah kendaraan di kota itu. Peristiwa itu pun masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke polisi.
Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana. Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Sekitar 2 tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan, sejak 30 Mei 2018.