Rambut Pete hingga Telepon Tempe: Menilik Kampanye Sandiaga di Medsos
- bbc
Bedanya, kalau Sandi menggunakan pendekatan yang lebih gaul, Jokowi memposisikan dirinya sebagai figur merakyat dan dekat dengan keluarga.
` Tidak substantif `
Tapi secara umum, kampanye media sosial yang kini dilakukan empat kandidat sayangnya tidak punya konten yang `berisi`.
"Saya melihat dalam kasus Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, politik elektoral kita tidak pernah ada narasi substansif. Sebatas klaim identitas, ini yang paling gaul, ini yang paling merakyat. Lebih untuk membangun citra. Masing-masing berlomba memperlihatkan siapa yang paling dekat dan diterima dalam kelompok tertentu," sambung Hurriyah.
Inilah yang menjelaskan kenapa konten-konten para politisi di media sosial cenderung ikut tren: tampilkan foto-foto yang ikut-ikutan membuat video `seberapa greget` dan mengunggah foto aktivitas keluarga (dengan istri, anak, ibu, hingga cucu).
"Soal tren saja, karena terbukti populer. Apapun yang populer di media sosial, sereceh apapun akan dimanfaatkan untuk menaikkan popularitas. Dengan menaikkan popularitas diharapkan elektabilitasnya naik," kata Hurriyah.
Total interaksi (jumlah likes, share, love, retweet, dll) dalam beberapa platfom media sosial. (Angka dalam ribuan) - BBC
Rosa Vania Setowati, Koordinator Kajian Muda Pamflet, merasa unggahan semacam itu hanya untuk `seru-seruan` saja, tapi tidak menunjukan bahwa kandidat tersebut berkualitas.